Selamat Datang


MySpace Welcome Glitter Graphics from SuperPimper.com
MySpace Welcome Glitter Graphics
Photobucket


Welcome in sepercik kehidupan icha

Flag Counter

free counters

Video Harpot

Kamis, 23 Juni 2011

Cerpen Horor


1. Digoda Si Cantik Penunggu Perempatan

Lima belas tahun yang lalu, tatkala aku hendak pulang kuliah dari lokasi kampus yang berada di kawasan Sampangan, Semarang seringkali aku melakukan kegiatan rutin, yakni mampir dulu untuk sekedar mencari hiburan.
Waktu itu, waktunya agak malam dikit, kebetulan ada kuliah umum sehingga rada lama selesainya. Kebetulan malam itu film di bioskop di kawasan Metro cukup mengundang filmnya. Akhirnya lepas kuliah yang satu, yang satu ke perkuliahan lainnya maksudnya nonton bioskop.
Pertunjukan dimulai jam 10.00 malam, dan film yang diutar cukup menegangkan. Sekitar 100 menit jantung ini dibuat ngap-ngap’an menikmati adegan film. Kelar nonton, buru-buru ngejar omprengan alias angkutan umum pengganti di waktu malam.
Saat itu, aku menunggu omprengan di depan perempatan Peterangan yang cukup
lenggang karena udah hampir jam 12 malam. Cuma beberapa orang yang berseliweran, tampak juga mobil-mobil yang biasa lalu-lalang cukup padat, malam itu hanya ada beberapa saja yang melintas.
Pikiran sudah melayang entah kemana bersamaan asap rokok yang mengepul dari mulut. Beberapa menit berselang ada suara halus menegurku dari belakang, cukup mengagetkan memang. Tapi di satu sisi seperti percaya gak percaya ternyata dia wanita muda putih dan cantik. Lalu kita memulai percakapan dengan beberapa pertanyaan,
“Mau kemana mas,” tanya lembut
“Karangayu,” jawabku sopan banget deh
“Kamu sendiri kemana mbak, ” tanyaku kemudian.
“Tanjungmas, mau nganter ” tawarnya penuh mempesona
“Kenapa nggak!”
Nggak lama kemudian, kami menuju angkutan tujuan ke Tanjungmas, aneh tiba-tiba saja kendaraan itu melaju, meskipun tidak ada penumpang lain, tapi aku nggak perduli yang ada hanya kebanggaan yang luar biasa, ternyata orang seperti aku bisa juga berkenalan dengan wanita cantik seperti dia.
Anehnya, hanya dalam hitungan menit, kami sampai di pintu pelabuhan Tanjungmas. Sampailah kami berdua kesuatu tempat, dimana di sana ada gardu listrik yang besar dan jalan masuk ke sebuah perkampungan yang sunyi, kamipun akhirnya tiba di rumah si cantik itu.
Tiba di rumah, aku disuguhi beberapa potong kue dan air minum, tapi semuanya tak kuperdulikan karena mata, tangan dan tatapan ini tak mau lepas darinya. Seperti tersadar aku beristighfar. Lantas aku segera pamit pulang, tapi si wanita cantik itu menahanku dengan keras.
Tapi aku tak mau kalah, dengan berbagai cara aku harus segera meninggalkan rumah itu. Terus-menerus mulutku berkomat kamit mengucapkan Asma Allah. Namun saat
pulang aku menjadi kebingungan. Jalan yang tadi ternyata areal pertambakan dan semak belukar. Meski panik, aku terus beristighfar, Alhamdulillah ada suara adzan, dan tidak lama kemudian aku melihat lampu jalanan di seberang yang menandakan menuju jalan pulang. Alhamdulillah berkat suara adzan aku selamat dari sergapan hantu wanita tersebut.

2. Menginjak Hantu Kepala dekat Jembatan 

Sebenarnya pengalamanku ini sudah lama banget, kira-kira pertengahan tahun 2003. Tapi apabila saya teringat masalah ini saya malah jadi takut sendiri terkadang untuk pergi ke toilet pun saya jadi takut.
Waktu itu saya sedang mengikuti perkemahan di Kopeng, Salatiga. Saya dan teman-teman yang ikut adalah kontingen pramuka asal Kota Semarang. Pada suatu malam, saya dan teman-teman maen-maen gitar. Biasalah namanya juga anak muda. Kalau siang tidur, malamnya maen-maen. Dasar kelelawar!
Setelah siang harinya berlatih, malamnya kami lewatkan bersama dengan bermain gitar, bernyanyi, bakar ikan dan ada juga yang dipojok-pojok berpacaran, tapi jangan salah mereka hanya berbicara doang. Gak lebih!
Setelah capek bermain gitar, kami berencana pergi ke warung terdekat untuk membeli makanan atau apa gitu. Nah ketika inilah hal itu terjadi. Saat itu waktu sudah jam 23.00 menjelang tengah malam.
Kebetulan kalau pergi ke warung,kami harus melewati jembatan yang sama sekali gak ada penerangan. Ketika melewati jembatan itu, awalnya kami merasa biasa saja. Tapi lama-kelamaan karena kami hanya beberapa orang, mulai muncul rasa ketakutan aneh.
Ketika rasa takut itu memuncak, salah seorang teman saya tanpa sengaja menginjak sebuah benda bulat berambut yang setelah kami lihat secara dekat ternyata…..kepala orang!!
Kami langsung lari pontang-panting gak jelas gitu karena ketakutan yang sangat. Keesokan harinya barulah kami dapat cerita dari penduduk dekat situ bahwa di daerah itu memang sudah sering ada kejadian menyeramkan seperti itu karena dulu-dulunya ada orang yang mati mengenaskan di daerah itu. Maklum daerahnya memang sepi penduduk, serta hanya ada hutan belantara.

3. Akibat Dendam Demit Penunggu Pekarangan
Kejadian ini dialami keluarga Rohman (31) warga Sampangan Semarang. Gara-gara membuang air panas sembarangan anak Rohman tertimpa bencana. Begitu air seember dibuang ke pekarangan belakang rumah, mendadak anak laki satu-satunya yang masih berumur 5 tahun menjerit-jerit kelojotan.
Rohman menyaksikan keganjilan itu tidak habis pikir. Dedy, anak laki-lakinya itu meronta-ronta kepanasan. Padahal, sedikit pun tidak terlihat bekas luka mendera di tubuhnya. Dari sore hingga esok harinya, tangisnya tidak pernah berhenti. Tentu bikin kelimpungan Rohman dan istrinya. Berbagai bujuk rayu dilakukan, tapi semuanya seperti sia-sia. Bahkan, pagi itu kondisi Dedy makin mememburuk.
Kejadian ini dialami, sore itu ketika saat magrib tiba, Rohman membuang air panas bekas rebusan jagung di belakang rumahnya. Usai membuang di pekarangan yang tidak dirawat hingga tumbuh semak-semak liar itu, ia pun berangkat ke masjid yang berada tidak jauh dari rumahnya. Magrib itu Rohman melakukan salat berjamaah.
Namun, begitu dia turun dari masjid beberapa tetangga menjemputnya. Dia mendapatkan berita tidak baik. Anaknya tanpa sebab yang pasti tiba-tiba meronta tidak karuan. Persis seperti cacing yang kepanasan. “Aduh..panas…panaaassssssss…,” teriak anaknya itu. mendapat penderitaan si anak, ia lantas memanggil beberapa keluarganya untuk ikut menentramkan Dedy.
Tapi, lagi-lagi upaya yang ditempuh tidak membuahkan hasil. Sampai pagi hari segala upaya untuk menenangkan Dedy tidak ada hasil. Baru siang harinya ada kerabat yang mengusulkan agar dicarikan pengobatan alternatif ke orang pintar. Melihat kejadiannya yang tanpa sebab, keluarga Rohman percaya jika penyakit Dedy tidak wajar.
Dugaan itu ternyata benar. Paranormal yang didatangi Rohman mengatakan, jika anak balitanya mendapat penyakit akibat amarah dedemit. Konon, saat Rohman membuang air panas di semak-semak belakang rumah, ada makhluk halus yang sedang bermain-main. Akibatnya, sekujur tubuh dedemit melepuh dan kelojotan tidak karuan. Sama persis seperti yang dialami Dedy.
Sakit akibat pembalasan si demit ternyata tidak juga dilepas, sebelum Rohman menyadari kekhilafannya dan meminta maaf pada lelembut yang tinggal di belakang rumahnya itu. “Iya Ki… saya memang salah. Air panas itu seharusnya saya buang ke kamar mandi. Bukan di tempat sembarangan. Saya sanggup meminta maaf,” ujar Rohman mengakui kesalahannya pada orang pintar itu.
Meski Rohman bersedia meminta maaf tapi pernyataan dia tidak cuma diungkapkan lewat batin dan kata-kata. Berdasarkan hasil interaksi orang pinter dan si demit, ungkapan minta maaf itu harus dibarengi dengan pemberian sesaji yang diletakan di belakang rumahnya. Oleh si Mbah Dukun itu diputuskan sesaji yang diminta demit akan diberikan asalkan tidak berupa tumbal nyawa manusia.
Sesuai dengan permintaan yang diminta, Rohman menyediakan sesaji berupa kembang telon, bakaran menyan, telur ayam kampung, dan umbarambe lainnya. Ternyata benar, setelah seluruh prosesi permintaan maaf sudah dipenuhi, tidak lebih 5 menit penyakit yang diderita Dedy tiba-tiba hilang dengan sendirinya.
Selebihnya Rohman kepada demit minta agar tidak menggunakan perkarangan sebagai tempat tinggal. Untung saja si demit cukup baik hati, di dengan serta merta mau meninggalkan pekarangan rumah Rohman asalkan, semak belukar yang tumbuh liar di pekarangan itu dibersihkan. Kata si demit, tempat yang tidak terawat dan banyak semak belukar cukup menggiurkan dirinya untuk mendiaminya.
Sadar dengan kesalahan yang nyaris membuat celaka anak semata wayangnya, ingatan Rohman ketika itu langsung tertuju pada petuah-petuah yang pernah dia terima dari orang tua dulu. Kakek dan nenek Rohman dulu, selalu mengingatkan jangan sembarang membuang sesuatu pada saat magrib. Kabarnya pada waktu menjelang malam itu, para dedemit pada keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Nah, sepertinya si demit penunggu pekarangan belakang rumah Rohman bermaksud keluar sarang untuk mencari makan. Sialnya, bukan makanan empuk yang bisa dia santap, melainkan air panas yang mengguyur sekujur tubuhnya yang mungil. Karena merasa kepanasan dan bercampur jengkel, dia murka dengan langsung menurunkan kutukan pada anak Rohman.
 
4. Jatuh Cinta pada Arwah Penasaran 

Cinta memang buta. Sampai-sampai tidak tahu jika pasangan yang diajaknya bercinta itu adalah arwah yang mati penasaran. Cerita ini dialami seorang pemuda yang tinggal di Klaten, dia menjalani percintaan dengan seorang gadis yang bertahi lalat di pipi kiri.
Gadis yang sekarang ada dalam bayangannya itu mengaku bernama Riana, tinggal tidak jauh dari rumah Deny yang baru. Cerita ini sendiri dialami ketika Deny bersama keluarganya pindah ke rumah yang baru, jaraknya sekitar 25 km dari arah Klaten.
Karena ada tugas baru di sebuah kecamatan, keluarga besar mereka terpaksa pindah di sebuah desa yang cukup terpencil. Semula Deny merasa kesepian, tidak ada teman yang bisa diajak berbincang. Di lingkungan barunya dia masih merasa asing.
Sampai suatu malam sewaktu datang dari kota, Deny melihat seorang gadis yang tampaknya kemalaman. Dia berdiri sendirian di pinggir jalan, tidak jauh dari desanya. Setelah dipapas dengan sepeda motor yang dikendarainya, gadis itu mengaku berasal dari desa yang sama dengan Deny.
Karena tidak keberatan pulang bersama-sama, mereka berdua akhirnya berboncengan. Sepanjang perjalanan keduanya saling bertanya tentang asal-usul masing-masing, terutama alamat dan rumahnya. Hanya saja, Riana tidak begitu jelas memberikan alamat rumahnya, dia bilang tidak jauh dari rumah Deny.
Sewaktu keduanya berpisah di sebuah gang yang tidak seberapa lebar, dalam batin Deny mengagumi kecantikan Riana. Apalagi, setelah diteliti secara seksama, dia malah terkesima menyaksikan tahi lalat kecil bertengger di pipi kirinya. “Ah, sungguh luar biasa manisnya gadis licah ini,” pikir Deny.
Diam-diam dalam hati Deny menanam harapan cintanya pada Riana. Dia benar-benar telah jatuh cinta ! Hingga suatu malam keduanya bertemu lagi di sebuah poskampling. Kesempatan itu tidak sedikitpun diluangkan Deny untuk dapat mengungkap isi hati Riana. Sampai satu penuturan sulit dipercaya meluncur dari bibir Riana.
“Aku sejak bertemu sebenarnya ingin mengatakan kalau sudah kenal sejak mas Deny datang ke desa ini. Cuma aku enggak berani aja untuk mendekati mas,” tuturnya dengan manja. Penuturan itu sebenarnya membuat Deny bingung, karena merasa belum pernah mengenal Riana. Tapi bagaimana dia bisa mengenalnya lebih dulu?
“Ah, biarin aja. Mungkin dia sudah lama mengidolakan saya,” batin Deny jadi ‘gede rumangsa’. Tak terasa malam semakin larut, Riana buru-buru meminta untuk diantar pulang. Deny sendiri jadi kebingungan sebab belum pernah diberitahu alamat rumahnya. Riana selalu bilang dekat rumah Deny. Tapi sebelah mana ?
“Itu lho yang dekat dengan rumah sebelah mas. Pokoknya disekitar situ. Nanti mas nganternya sampai rumah sebelah saja ya,” ujar Riana.
Tapi Maya hanya tersenyum saja melihat aku kebingungan dengan tingkahnya hari ini, dan yang lebih membingungkan lagi ketika aku sadar ternyata selama ini aku belum pernah tau di mana Maya tinggal. Yang aku tau Maya tinggal 100 meter dari sekolahku, entah mengapa jika aku bertanya dan ingin ke rumahnya, Maya selalu menolak dan langsung mengalihkan pembicaraan. Kalo sudah begitu aku cuma bisa diam dan tak bisa berkata apa-apa lagi.
Suatu hari pamanku datang dan semenjak itu aku tau siapa Maya sebenarnya. Pagi itu paman datang dengan membawa suatu barang yang entah kami sekeluarga tidak mengetahui apa maksud semua itu. Tak berapa lama paman berbincang-bincang dengan ayah dan ibu di teras depan. Entah apa yang dibicarakan dan aku mungkin tak terlalu ambil pusing, sampai tiba-tiba aku dipanggil bik Sumi, katanya aku dipanggil ayah dan ibuku.
Setelah aku mendekat, entah bagaimana tiba-tiba aku melihat ibu sedang menangis dan ayah terlihat pucat sekali, ketika itu aku juga melihat paman memandangku dengan pandangan yang tajam sekali. Semua itu membuat aku semakin bingung saja dan ketika aku bertanya apa yang terjadi, malahan ibu semakin menangis dan menangis, membuat aku semakin tak mengerti. Sampai pamanku akhirnya mengatakan sesuatu yang diluar masuk di akal sehat, “Ron, apakah kamu akhir-akhir ini merasakan hal yang aneh dan menyeramkan ?” ditanya seperti itu aku makin bingung.
“Paman bertanya apa? Tidak, aku tidak pernah merasakan apa yang paman katakana tadi ?” aku lihat paman sedikit pucat dan entah mengapa tiba-tiba paman membaca suatu ayat Al-Quran yang entah surat apa, semua itu membuat aku jadi bertanya-tanya. Setelah selesai paman berkata “Ron, apa kamu kenal dengan gadis yang bernama Maya ?” tersentak aku dibuatnya, mengapa paman kenal dengan Maya dan bagaima paman mengenalnya. Mungkin paman tau apa yang aku pikirkan, dan langsung menjelaskan mengapa paman kenal dengan maya.
Ternyata Maya adalah anak dari pembantu paman yang meninggal 8 tahun yang lalu karena bunuh diri dengan menggantung dirinya sendiri di pohon mangga di depan rumahku. Bagai disambar petir aku menolak mengakuinya, mungkin saja Maya yang paman maksud bukan Maya yang aku cintai selama ini. Tapi setelah paman menyebutkan ciri-cirinya, maka baru aku percaya, memang Maya itu yang telah lama aku cintai dan menjadi pacarku selama ini.
Kemudian paman memberikan aku sebuah tulisan Arab yang entah apa maksudnya dan artinya, tapi karena ibu yang menyuruh aku menerimanya maka aku terima. Entah mengapa aku jadi takut untuk bertemu Maya lagi, dan aku baru sadar dengan tingkah aneh yang dilakukan Maya kemarin malam.
Semenjak aku menyimpan kertas pemberian paman, Maya tak pernah datang dan aku juga tak pernah melihatnya lagi, entah dia sudah menghilang atau takut, sampai suatu hari aku menerima sepucuk surat dengan tidak disertai nama pada amplopnya.
Setelah membaca surat dari maya itu aku tak sadarkan diri, entah aku harus bagaimana apakah aku harus sedih atau senang… aku tak tahu…

5. Dipergoki Hantu Penunggu Stasiun
Kejadian ini dialami Lilis sekitar tahun 2001. Saat mana musim buah rambutan sedang melimpah ruah. Lilis rupanya salah satu penggemar berat buah-buahan yang hanya berbuah dalam satu musim ini. Nah, karena kepincut dengan buah berambut ini, sampai-sampai dia mengalami kejadian menyeramkan ini. Pada tengah malam ia ditemui gerombolan orang aneh yang berjalan beriringan.
Seperti dituturkan Lilis dalam kisahnya, saat dia kemecer ingin menikmati segar buah rambutan, pada tengah malampun tidak bakalan membuatnya surut menikmati. Ia sudah berulang kali membeli pada tengah malam, karena menunggu sampai suaminya yang bertugas sebagai satpam pulang kerja.
Seperti malam itu, ia berdua bersama suaminya berniat untuk membeli buah rambutan di daerah pinggiran kota. Tempat yang dituju adalah sebuah sentra bongkar muat buah rambutan. Jarak tempuh dari rumahnya lumayan jauh.
Namun karena sudah niatnya, Lilis tetap berangkat juga dengan pertimbangan di situ bisa memilih buah yang masih segar dan agak murah. Malam itu selepas suaminya kerja, jam menunjukkan pukul 20.00. Belum terlalu larut memang.
Keduanya berboncengan naik sepeda motor, sekalian ingin mencari angin. Setelah memilih-milih buah rambutan keduanya bermaksud segera pulang. Tanpa terasa hujan mulai turun rintik-rintik. Sementara keduanya tidak membawa mantel. Karena takut kehujanan dan masuk angin, akhirnya memilih tempat untuk berteduh.
Sampai gerimis berhentik waktu tak terasa telah mendekati tengah malam. Ketika dilirik jarum kecil jam tangannya menunjuk angka 12 (tengah malam, red) kurang dikit. Karena takut terlalu lama di jalan, akhirnya diputuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Tak terasa perjalanan mulai memasuki daerah perbatasan. Jalan nampak sepi dan lampu disekitar padam.
Di depan tampak ada truk yang mogok. Motor terus berjalan sampai hampir mendekati truk yang mogok tepat di depan stasiun itu. Ketika hampir mendekati kira-kira berjarak 1 meter, Lilis dan suaminya sempat tak percaya menyaksikan rombongan orang yang berjalan menyeberang jalan dengan bergandengan.
Jumlahnya ada puluhan. Anehnya, wajah mereka semuanya pucat pasi, tanpa ekspresi. Kemunculan rombongan itu sampai-sampai membuat suaminya meminggirkan laju motor agar tidak menabrak orang-orang tersebut.
Sambil terus jalan Lilis iseng-iseng menoleh ke belakang. Anehnya lagi, rombongan orang tersebut tak nampak sama sekali. Dia coba tanyakan pada suaminya, ternyata suaminya juga tidak melihatnya tampak di kaca spion.
Karena masih penasaran akhirnya Lilis minta kepada suaminya agar menanyakan kejadian tadi pada seorang tukang becak yang kebetulan mangkal di dekat stasiun. Ketika kemunculan manusia aneh itu ditanyakan, jabawan yang didapat justru membuatnya terhenyak.
“Oh… rombongan orang-orang itu tho. Tidak perlu takut, mereka itu memang sering muncul di dekat stasiun. Mereka itu memedi penunggu stasiun, mungkin saja para korban kecelakaan KA yang meninggal beberapa tahun lalu. Tidak usah dipikirkan, mereka tidak pernah mengganggu,” tutur tukang becak itu.
Mak blek! Jantung Lilis nyari saja copot mendengar penuturan itu. Maklum seumur-umurnya belum pernah menyaksikan penampakkan makhluk halus. Tahu itu Lilis segera mengajak suaminya cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Tak terasa bulu kuduknya merinding.
Sampai di rumah ia masih belum percaya dengan pemandangan itu. Tapi kata suaminya yang mengerti tentang ‘dunia lain’ ini mengatakan jika rombongan yang dilihatnya tadi memang bukan manusia, melainkan makhluk halus yang gentayangan. Hanya itu saja yang dikatakan suaminya.
Atas kejadian yang baru dialami, Lilis diam-diam mengaku bersyukur karena baru tahu itu hantu setelah penampakkan itu tidak terlihat. Kalau ngerti saat berpapasan mungkin saja dia sudah pingsan duluan.

6. Ketika Jin Penunggu Pohon Terusik
Kejadian ini dialami Ramli sekitar empat tahun lalu. Ketika dia masih tercatat sebagai mahasiswa Undip Semarang. Tepatnya, ketika menikmati masa liburan semesteran yang lumayan panjang. Masa liburan benar-benar diluangkan untuk rilek setelah 6 bulan bergelut dengan bangku kuliah.
Ramli, Andri, Rachmad, dan Ridho empat sekawan yang di lingkungan kampus tergolong mahasiswa paling ulet belajar. Maka mendapatkan liburan seminggu tida dilepas begitu saja. Acara mengisi liburan pun dirancang demikian matang. Sampai-sampai rencana untuk bertandang di rumah Andri yang berada di Bandungan dibatalkan. Kemana mereka mengisi liburan?
Berempat akhirnya menyepakati berlibur di rumah Ridho yang terletak di Purwantoro, Wonogiri. Agak terpencil memang, tapi mereka justru ingin menikmati keterpencilan itu sembari lebih dekat dengan alam pedesaan. Rumah Ridho meski masih harus menempuh perjalanan setapak sejauh 1 km bagi mereka tidak masalah.
Singkat cerita, mereka berempat berangkat dari Semarang sekitar pukul 12.35 WIB. Tiba di kota Wonogiri sekitar 16.00 WIB. Dilanjutkan dengan naik angkudes (angkutan pedesaan) menuju ke Kecamatan Purwantoro. Sampai kemudian Ridho meminta sopir angkudes berhenti di suatu tempat. Ridho mengajak mereka turun di dekat persawahan itu karena sudah sampai pada jalan setapak menuju ke rumahnya.
Perjalanan masih cukup jauh, agar lebih cepat mencapai rumah Ridho petang itu juga mereka mengadakan long march. Sampai selepas magrib mereka baru tiba di rumah Ridho. Namun karena rumahnya sempit diahlihkan bermalam di rumah paman Ridho. Baru pada keesokan harinya setelah bangun pagi Ramli pandangan terpaku pada sebuah pondok kosong yang dinding-dindingnya terbuat dari kayu.
Letaknya menyendiri diantara rumah-rumah yang bertebaran di dusun berada di pinggiran bukit itu. Lokasi pondok kosong itu agak menonjol, berada di dataran agak tinggi. Ketika Ramli menawarkan teman-temannya untuk menginap di pondok kosong itu mereka tidak keberatan. Pasalnya, pada malam liburan keempat sekawan ini sering meluangkan waktu main gitar dan menyanyi-nyanyi sambil membakar jagung.
“Terserah kalian kalau mau tinggal di rumah kosong itu. Rumah itu punyaan paman, dulu ditempati pekerja kebun paman tapi terus pindah karena tidak kerasan,” ujar paman Ridho. Pondok kosong itu lumayan luas dengan dua buah kamar dan dapur yang masih tradisional. Mereka terus bercanda tawa dan merencanakan seabreg kegiatan buat besok termasuk pergi ke kali alami yang mengalir dari atas bukit.
Sampai malam tiba. Setelah selesai menghabiskan makan malam, jagung bakar mereka berkumpul di ruang tengah dan santai-santai sampai bermain gitar. Makin lama nyanyian yang diperdendangkan semakin mendayu hingga akhirnya satu per satu tertidur. Hanya Ramli dan Andri yang belum tidur. Masih terus bercengkerama dengan pelan, dan tidak lagi diiringi denting gitar.
Keduanya membicarakan persoalan seputar perjalanan politik dalam negeri. Tiba-tiba Ramli yang setadi tadi terlihat termenung mendengar suara ranjang kamar depan yang kosong seperti dibebani oleh sesuatu. Serta merta dia enur menoleh ke arah kamar tanpa pintu itu. Ia terpaku melihat sesosok bayangan yang duduk di ranjang terbuat dari papan tersebut.
Bayangan tembus pandang yang menyerupai sosok manusia duduk seorang diri. Ahh.., apa benar malam-malam begini ada orang masuk ke pondok ini, pikir Ramli. Nafas yang dihembusnya tiba-tiba seperti tercekik, mendapati sosok itu melihat ke arahnya “Kkrekkk….” bayangan itu lalu bergerak turun disertai dengan suara pijakan seperti benda berat pada lantai yang terbuat dari papan.
Bayangan itu seperti menatap tajam ke arah Ramli dan tiba-tiba bergerak cepat melaju ke arah Ramli. Dan…, perasaannya tak bisa ditahan lagi, langsung tersentak kaget. Menjerit sekuatnya “Aaaaaaggghhhhh!!” jeritan Ramli membangunkan seluruh isi rumah itu. Namun hanya terbangun sekejab, mengira jeritan Ramli hanya main-main. Dalam waktu tidak lama tiba-tiba dari arah atap rumah terdengar bunyi yang sangat keras seperti suatu benda menabrak atap rumah itu “Brraakkk !!”
Rasa ketakutan Ramli semakin menjadi-jadi, dia lantas menggoyang-goyangkan tubuh teman-temannya. Andri yang semula bercengkerama dengan Ramli langsung berhimpit ke arah Ramli, “Iya Ram suara apa ya tadi…,” tanya Andri yang ternyata juga ketakutan. Apa yang dia dengar tidak berhenti sampai di situ, tiba-tiba dari arah pintu depan terdengar seseorang yang mengetuk-ngetuk pintu dan kaca jendela. “tuk-tuk-tuk” suara ketukan itu terdengar berbarengan.
Anehnya lagi, suara itu dalam waktu sekejab sudah berpindah ke arah dapur bawah lantai. Ridho dan Rachmad yang tidur langsung terbangun. Langsung respek dengan apa yang terjadi di dalam rumah kosong itu. Mereka langsung berhimpit dan berdoa bersama-sama. Suasana malam menjadi hening. Mendadak serangga malam tidak lagi terdengar.
Baru kemudian mereka bisa melanjutkan tidur dengan tenang. Keesokan harinya paman Ridho ketika mendengar cerita keberadaan sosok dan suara misterius dalam pondok kosong sempat tercenung.
“Oh jadi itu yang menyebabkan pekerja kebun paman tidak kerasan. Kalau begitu nanti malam kalian pindah ke rumah paman saja. Suara-suara itu setahu paman bukan setan. Mungkin jin penunggu pohon besar yang berada di dataran atasnya pondok kosong,” tuturnya paman Ridho langsung pamit pergi tidak melanjutkan ceritanya. Ridho tahu tentang keganjilan itu, siang itu juga mengajak teman-temannya pindah ke rumah pamannya. Ridho ketika itu hanya berpikir jika jin penunggu pohon besar mungkin terusik oleh kehadiran mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Anda telah mampir ke blog saya...
jangan lupa komentarnya yah.. ;)