Selamat Datang


MySpace Welcome Glitter Graphics from SuperPimper.com
MySpace Welcome Glitter Graphics
Photobucket


Welcome in sepercik kehidupan icha

Flag Counter

free counters

Video Harpot

Rabu, 20 April 2011

Demi Keluargaku

Disini saya akan menceritakan sedikit tentang kehidupan saya dan semua itu saya lakukan demi keluarga saya (ayah,ibu dan adik2 saya).
Saat itu saya masih duduk di bangku SMP kls 2 (Semester 1) kehidupan keluarga saya sangatlah sederhana dan pas-pasan, ibu saya hanyalah seorang ibu rumah tangga yg mengurus anak2nya tidak memiliki pekerjaan lain, sedangkan ayah saya harus mengojek sendirian demi mencari nafkah buat saya, ibu dan adik2 saya, motor yg ia gunakan itu juga masih dicicil, demi mencari uang untuk membeli beras agar kami bisa makan, ayah saya rela mengojek siang malam walaupun dia dalam keadaan sakit, karna keadaan itu ibu saya sangat ingin berdagang sekedar membantu meringankan dalam berbelanja sehari2 seperti membeli bahan dapur, dan pada suatu malam ayah saya meminta persetujuan saya bagaimana jika saya berhenti bersekolah agar ibu saya bisa berdagang, dalam keadaan seperti itu saya kontan dan langsung saja mengiyakan pertanyaan ayah saya itu, sebenarnya saya sangat sedih tapi saya berfikir "toch semua itu demi ibu, ayah dan adik2 saya, agar adik2 saya bisa bersekolah dengan tenang tanpa harus dibebani dengan masalah ekonomi". dengan rasa sedih saya membereskan peralatan sekolah saya agar tertata rapi, karna saya tidak akan pernah lagi menggunakan seragam itu, dan pada malam itu juga ibu saya langsung membereskan peralatan dagangannya agar esok subuh ia langsung berangkat kepasar untuk membeli bahan dagangan, sementara itu saya dirumah yang menggantikan menjaga adik saya yg masih berusia 4 thn dan membereskan semua pekerjaan rumah.

selama 2 thn saya menggantikan pekerjaan rumah ibu saya dan menjaga adik saya, pada saat adik saya mau disekolahkan di TK ada sebuah penawaran dari teman/pelanggan ibu saya, ia menawarkan bagaimana jika saya tinggal bersama dia menjaga anaknya yang masih kecil sementara suaminya sedang sakit keras dan saya akan disekolahkan kembali, karna saking inginnya saya bersekolah saya menerima tawaran itu, akhirnya saya mengikuti ujian paket B agar bisa masuk sekolah tapi itu harus menunggu waktu yg cukup lama (1 thn) sementara penerimaan siswa baru sudah ada di depan mata. akirnya saya memutuskan untuk mencari sendiri tempat sekolah yang bisa saya masuki tanpa menggunakan ijazah SMP, saat itu kebetulan saya bertemu dengan teman SMP saya katanya dia bersekolah di sekolah baru yaitu SMKK lalu saya meminta brosurnya, saya lalu menelfon pemilik sekolah itu saya berkata "pak maaf sebelumnya saya ini sangat ingin masuk disekolah itu tp saya harus menunggu ijazas paket saya, bagai mana jika saya masuk saja dulu disekolah itu sambil menunggu ijazah saya keluar?" lalu pemilik kepala sekolah itu setuju dengan ide saya dan akhirnya sayapun bisa bersekolah.

Selama 6 bulan saya tinggal bersama orang itu tapi sebenarnya saya sangatlah tersiksa tinggal di rumah itu, bayangkan saja setiap hari saya berangkat ke sekolah pukul 07:00 pulang pukul 01:15 dan saya tiba dirumah kurang lebih pukul 02:00 dan sepulang sekolah itu saya tidak lupa shalat habis itu lalu saya makan, cuci piring setelah itu baru saya menjaga anak pemilik rumah itu sampai sore, dan malam hari pun saya masih menjaga anak itu kurang lebih sampai pukul 10:00 baru saya belajar sampai jam 12:00 lalu saya tidur, dan saya bangun lagi pukul 04:00 lalu shalat subuh habis itu saya harus mengangkat air terlebih dahulu (angkat air dari sumur yg jaraknya lumayan jauh) setelah itu barulah saya mencuci pakaian anak itu dan pakaian saya sendiri setelah selesai mencuci saya langsung cuci piring habis itu saya menyiapkan sarapan, setelah semua pekerjaan saya selesai baru saya mandi dan bersiap2 untuk berangkat sekolah tanpa uang sepeserpun sebab saya menerima uang sebulan hanya Rp. 50.000.00 itupun hanya cukup untuk membayar uang SPP sebulan dan uang sumbangan bangunan sekolahpun masih dicicil.

Selama 6 bulan saya tinggal dirumah itu sampai akhirnya majikan saya hampir tidak mampu lg membiayai sekolah saya dan akhirnya saya kembali tinggal bersama orang tua saya, semua itu berawal semenjak sekolah saya memiliki pakaian seragam kesehatan yg harus di pakai oleh murid2nya dan harganya itu mencapai Rp. 400.000.00 majikan saya itu hampir tidak bisa membayar baju itu sampai pada akhirnya ia juga meminta bantuan kepada yah saya agar ayah saya ikut serta dalam membayar seragam itu, ayah saya menolak dengan alasan majikan saya itu yg menjanjikan akan membiayayai segala keperluan sekolah saya jd ia juga yg harus membayar seragam itu, bukannya yah saya tidak mau tp ayah saya juga sedang tidak memiliki uang,, dari pada keadaannnya seperti itu ayah saya memilih lebih baik saya kembali kepada mereka dan bersekolah dr rumah saja, karna mendengar perkataan ayah saya seperti itu akhirnya saya setuju dan semua itu tidak berlangsung lama dan diluar dugaan saya, ayah saya juga hampir tidak mampu membiayayai sekolah saya dan adik2 saya akhirnya saya memutuskan mundur dan berhenti kemabli bersekolah.Saat itu ulangan penaikan kls sudah didepan mata tapi apa daya karna desakan ekonomi saya harus berhenti kembali di pertengahan semester, sampai sekarang ini saya sudah tidak bersekolah lagi tapi alhamdulillah saya sekarang sudah meiliki pekerjaan walaupun tanpa harus menggunakan ijzah, saya sangat senang karna akhinya dengan saya bekerja saya lebih bisa membantu keuangan keluarga saya sampai sekarang ini alhamdulillah keuangan keluarga kami sudah membaik.

Pertama saya berhenti sekolah sejak umur 14 Thn (pertengahan Thn 2006) dan kedua saya berumur 17 Thn (pertengahan Thn 2010) dan sekarang saya telah berumur  18 Thn.

Kisah nyata kehidupanku

Karya Mumfarijah

Minggu, 17 April 2011

SAHABAT SEJATI

Jejak hidupq kembali terjamak
Oleh sebuah sapaan tulus
Ia sahabat sejati
Tangis dan pedih yg sempt terdengar memudarkn telingaku

Terhapus oleh sepotong senyuman
Di bawa oleh seorang sahabat sejati....
Dalam ujarnya terdapat kehangatan...

Dalam hadirnya ada ketenangan
Dalam raut wajahnya tersirat keceriaan
Dan matanya penuh pengharapan
Dia s'lalu ada.....

kata senang merasukiku
Ketika pedih ingin membantuku
Menggenggam hatiku lembut
S'lalu ad bagi sahabat sejati
Jarak bukan halangan...

dia tetap hadir
Walau hangat ....hanya suaranya
Atau sekedar tulisannya
Tetap menorehkan penghiburan
Bagi diriku yang rapuh....

"CINTA"

Dilubuk hati ini....
Ada sebuah kata yg ingin ku ucapkan
Ada sebuah rasa yg ingin ku berikan "CINTA"
Tapi itu semua tidak mungkin...
Karna dirinya t'lah ad yg memiliki...

Aku hanya bisa berdo'a....
Semoga ia bahagia dgn pilihannya...
Tuhan...lindungi dia, sayangi dia...
Melebihi sayangku kepadanya....

"KESENDIRIAN"

Di sini ku duduk sendiri...
Menatapi lilin yg berbinar
Hatiq galau,kacau dan retau
Ingin sekali diriq membelah jantungmu...

Kau t'lah menghancurkan hatiq
Kau mengiris-iris badanq
Sehingga diriq bertekad untuk berhenti...
Berada dalam senandung masa lalu....
Sendiri...sendiri...dan sendiri....

"KENANGAN"

waktu masih berjalan
Dari detik menjadi menit
Dari hari menjadi bulan

Aku masih terjaga
Dengan sejuta kisah
Tentang cerita lama
Yang indah untuk dikenang

Ketika semua terlintas
Bak film lama di edit ulang
Kadang terbuka seperti album foto
Kadang kubaca seperti buku roman

Yang hanya mampu ku kenang
Meski kini t'lah usang.....

"CINTAKU TAKAN USAI"

Angin bawalah cintaku pergi
angin bawa juga rasa sayangku
Bawalah semua perasaanku pergi dan sampaikan padanya..

Berutahu dia tentang cintaku
buatlah dia merasakan basarnya rasa sayangku....
Walau tak terbatas....

Kuharap ia mendengar dan merasakan
Setiap detak cinta yg s'lama ini tumbuh di hatiku...
Cinta tetaplah cinta

Takan berubah menjadi kebencian
Aku akan s'lalu mencintaimu
Walaupun cintaku tak terbatas
Cintaku takan usai.......

KISAH SEMASA HIDUP

Q tulis aj toch juga gak bakalan ad yg liat walaupun di blog..
sejak kecil q paling sedikit punya temen kebanyakan temen2 ngejauhin q, padahal ap salahq? apa karna q jelek? cerewet,? padahal q ga pernah mengganggu mereka......selalu aj kalw udah ad tugas sekolah q paling suka di cuekin, ga diajak kerja kelompoklah.....kerja bareng...tp kalw temen yg laen selalu aj diajak bahkan carax di ajak kalw q kdng mesti bicara dulu....iya kalw di gubris...kalw tidak malu n sakit hati aq....udah sering banget kayk githu....dulu waktu kecil q tinggal di gunung karna keluargaq tinggl disana...eh setiap perg sekolah q selalu aj di ejek "ANAK GUNUNG"....temenya monyet....q sedih banget kalw nginget semua it kadang pulang sekolah q sering di kroyok ma nak SMP....q di kejar di lempar pake batu...pokoknya waktu itu q ngerasa kyk q it cocoknya emang tinggl di gunung bukan di kampung...pas q ke kendari q jg tinggl di hutan ga terlalu hutan sih deket kampung dikit...setiap ke sekolah q jg sering di hina dan di ejek....waktu q udah SMP q kira keadaannya akan berubah ternyata tidak sama sekali....bahkan pas kelas 2 SMP q berhenti sekolah karna keterbatasan biaya...q terpaksa berhnti karna ibuq pengen jualan buat bantu ayah nyari uang akhirnya q jd tukang masak di rumah....sampe 2 thn q ikut paket B truz q sekolah lg keadaan belum jg berubah mash kyk dulu....q sekolah di SMK KESEHATAN pas semester 2 q berhenti lg karna waktu it adikq yg baru tamat SD butuh dana buat masuk SMP n adaikq yg bakalan naik ke kelas 2 SMP jg butuh dana jd q ngalah aj...sampe sekarang q jadix kerja di salah satu warnet di BTN KDI Permai......tp q pengen tahun depan ikut ujian paket C truz kuliah........

Perubahan Zodiak

Profesor Parke Kunkle yang ahli di bidang astronomi meluncurkan konstelasi zodiak yang dianggapnya sudah up to date. Astronom ini menambah Ophiuchus, yang membuat total zodiak berjumlah 13 bintang.

Apakah zodiak Anda berubah atau tidak? Silakan melihat perubahan zodiak yang baru di bawah ini seperti yang dikutip dari dailymail.co.uk
, Sabtu (15/1/2011).

Pembagian zodiak yang lama (versi Babylonia kuno):

-Aquarius  : 20 Januari-18 Februari

-Pisces    : 19 Februari-20 Maret

-Aries     : 21 Maret-19 April

-Taurus    : 20 April-20 Mei

-Gemini    : 21 Mei-20 Juni

-Cancer    : 21 Juni-22 Juli

-Leo       : 23 Juli-22 Agustus

-Virgo     : 23 Agustus-22 September

-Libra     : 23 September-22 Oktober

-Scorpio   : 23 Oktober-21 November

-Sagitarius: 22 November-21 Desember

-Capricorn : 22 Desember-19 Januari


Pembagian zodiak yang baru setelah sumbu bumi bergeser:

-Aquarius  : 17 Februari-11 Maret

-Pisces    : 12 Maret-18 April

-Aries     : 19 April-13 Mei

-Taurus    : 14 Mei-21 Juni

-Gemini    : 22 Juni-20 Juli

-Cancer    : 21 Juli-10 Agustus

-Leo       : 11 Agustus-16 September

-Virgo     : 17 September-30 Oktober

-Libra     : 31 Oktober-23 November

-Scorpio   : 24 November-29 November

-Ophiuchus : 30 November-17 Desember

-Sagitarius: 18 Desember-20 Januari

-Capricorn : 21 Januari-16 Februari


Jadi, apakah bintang Anda tetap atau berubah?

kalau bintang saya she berubah... wqwqwqwqwwq

Kebencian Hari Ini, Petaka Esok Hari

Sahabat, percayakah anda, sebuah dendam dan kebencian yang ditebar hari ini membuahkan celaka bagi generasi mendatang? Mari kita tengok.
Berapa sering kita mendengar banyaknya korban akibat ranjau yang ditanam saat perang puluhan tahun silam. Di Rusia, Cina, Kolombia, Kamboja, Jenewa, Irak, Afganistan,  negara-negara Afrika, dan lain-lain.
Ranjau-ranjau itu adalah sisa-sisa amarah, bekas-bekas angkara, dan jejak-jejak amuk, dan bekas-bekas kebencian. Kebencian atas penindasan dan ketidak adilan. Kebencian akan perilaku adikuasa.
Kita tak pernah tahu kapan semua itu akan tersapu bersih. Meski damai telah dijabattangankan, siapa bisa menjamin tak ada penyesalan di kemudian hari? Betapa mahalnya sebuah kebencian.
Hal ini mengajarkan pada kita untuk tidak hanya mempertimbangkan apa yang terjadi pada esok hari akibat perbuatan kita hari ini. Ketika kita membenci sesuatu, maka kebencian itu akan beranak pinak, dan akan kembali kepada kita sebesar kebencian yang kita tebarkan.
Mari tanyakan pada diri sendiri, buat apa kebencian ini? Adakah manfaatnya? Adakah akibat diesok hari buat diri kita dan anak cucu kita? Adakah jalan yang lebih baik? Karena ranjau-ranjau kebencian itu akan melukai orang yang membenci, juga orang yang dibenci. Dua-duanya sama-sama terluka.
Namun ada yang harus digaris bawahi, bahwa kebencian tidaklah sama dengan ketegasan sikap dalam menegakkan aturan dan batas-batas norma kehidupan. Kebencian lebih condong mengarah pada subjek, sedang ketegasan lebih mengacu pada perilaku dan perbuatan.
Semakin jauh kita memandang ke depan, semestinya semakin besar nilai perbuatan kita hari ini bagi kemanusiaan.  Semakin berhati-hati dalam menentukan langkah dalam bertindak.
Salam..

Bunga mawar dihati kita

Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar.
Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil tempat mawar itu akan tumbuh berkembang.
Dipilihnya pot yang terbaik, dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan.

Nilai sebuah kegagalan

Bagi banyak orang kegagalan adalah sesuatu yg buruk. Apakah betul begitu? Untuk pikiran yang dangkal, hal itu memang betul.
Namun apabila kita memikirkannya lebih dalam lagi, kegagalan tidak selamanya merupakan bencana. Bisa jadi, dengan kegagalan Tuhan mengingatkan kita bahwa kapasitas kita belum cukup untuk menerima kesuksesan. Barangkali Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa masih banyak hal yang harus kita pelajari, yang mana kalau kita sukses padahal kemampuan kita masih dangkal, kita akan terjatuh lebih dalam lagi.
Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang ahli investasi dari Amerika bahwa ‘orang bodoh dengan uang banyak adalah suatu fenomena yang sangat menarik

Ramalan Vanga Pandeva Terhadap Dunia 3000 th Lagi

Vanga (Vangelia) Pandeva lahir pada 31 Januari 1911 dan menghabiskan hidupnya tinggal di Bulgaria sampai dia meninggal pada 11 Agustus 1996. Ia kehilangan penglihatannya ketika ia berusia 12 tahun ketika ia tersapu oleh tornado. Dia ditemukan hidup dengan pasir di matanya, sehingga mengalami kebutaan. Vanga mulai membuat prediksi ketika ia berusia 16 tahun. Dia menjadi sangat terkenal karena karunia ini agak cepat. Banyak negarawan termasuk Hitler mengunjunginya.


Prediksi Vanga yang katanya paling mengejutkan dan sudah terbukti adalah:


“Pada pergantian abad, pada bulan Agustus 1999 atau 2000, Kursk akan ditutupi dengan air, dan seluruh dunia akan menangis di atasnya.” (1980)


Prediksi yang tidak masuk akal saat itu. Awalnya banyak yang tidak percaya sampai akhirnya dua puluh tahun kemudian, ketika kapal selam nuklir Rusia tenggelam dalam kecelakaan pada bulan Agustus 2000. Kapal selam itu bernama Kursk. Kursk – kota (menjadi nama kapal tersebut)

“Mengerikan, mengerikan! penduduk Amerika akan jatuh setelah diserang oleh burung-burung besi. Serigala akan melolong dalam semak(Bush), dan banyak orang tak berdosa menjadi korban.“(1989)

Terjadi seperti yang diperkirakan. World Trade Center Towers di New York runtuh setelah serangan teroris pada 11 September 2001. WTC Towers itu dijuluki “Kembar” atau “Brothers.” Para teroris mengantar penumpang pesawat “burung besi” ke dalam menara. “Bush” jelas berkaitan dengan nama keluarga presiden AS saat itu.

Itu adalah 2 ramalan Vanga yang benar 100%. Anda mau percaya ataupun tidak atau mungkin menjadi paranoid? Faktanya adalah tidak ada yang tahu apakah semua yang diramalkan di bawah ini akan menjadi kenyataan atau tidak, kita lihat saja perkembangan dan kenyataanya....

Ramalan-ramalan Vanga di masa depan:
2010
Awal Perang Dunia ke 3. Perang akan dimulai pada bulan November. 2010 dan akan berakhir pada bulan Oktober 2014 dengan menggunakan senjata nuklir dan kimia.

2011
Karena hujan radioaktif di belahan bumi utara, tidak ada hewan atau tumbuh-tumbuhan akan tertinggal.

2014
Sebagian besar orang di dunia ini akan memiliki kanker kulit dan penyakit sejenisnya, sebagai akibat dari perang kimia.

2016
Eropa hampir gak ada yang menempati.

2018
Cina menjadi kekuatan dunia baru.

2023
Orbit Bumi akan berubah sedikit.

2028
Pengembangan sumber energi baru. Kelaparan perlahan berhenti menjadi masalah. Dapat Mengemudikan pesawat luar angkasa sampai ke Venus.

2033
Es di kutub utara dan selatan mencair.

2046
Setiap organ dapat diproduksi secara massal. Pertukaran organ tubuh menjadi metode pengobatan favorit.

2076
Tidak ada masyarakat kelas (komunisme)

2088
penyakit baru mewabah, orang-orang mulai tua dalam hitungan detik.

2097
Penyakit tua itu mulai sembuh.

2100
Manusia membuat matahari yang menerangi sisi gelap dari planet bumi.

2111
Orang-orang menjadi robot.

2123
Perang di antara negara-negara kecil.

2125
Kelaparan di seantero bumi (Orang-orang akan teringat Vanga lagi)

2130
Koloni di bawah air.

2154
Hewan menjadi setengah manusia.

2167
Agama baru muncul.

2170
Kekeringan di seantero bumi.

2183
Koloni di Mars menjadi negara nuklir dan meminta kemerdekaan dari Bumi.

2187
Berhasil menghentikan 2 letusan gunung berapi.

2195
Koloni Laut sepenuhnya dikembangkan, energi dan makanan berlimpah

2196
Kendali campuran antara Asia dan Eropa.

2201
Proses termonuklir lambat. Suhu menurun.

2221
Dalam pencarian kehidupan di luar Bumi, manusia berhubungan dengan semua hal yang mengerikan.

2256
Spaceship freighting membawa penyakit baru ke dalam bumi.

2262
Orbit planet mulai berubah secara bertahap.

2271
Hukum-hukum fisika berubah

2273
Mencampurnya Ras kuning, putih dan hitam. Ras baru muncul.

2279
Tidak ada Energi (mungkin dari vakum atau lubang hitam).

2288
Perjalanan kembali ke masa lalu (Sisa Perjalanan diciptakan?). Kontak baru dengan orang asing.

2291
Matahari mendingin. Upaya-upaya sedang dilakukan untuk menyalakannya lagi.

2296
Perubahan gaya gravitasi.

2302
Misteri tentang alam semesta yang terungkap.

2304
Misteri bulan terungkap.

2341
Sesuatu yang mengerikan mendekati Bumi dari ruang angkasa.

2354
Kekeringan.

2371
Kelaparan dimana mana.

2378
Ras baru tumbuh dengan cepat.

2480
Dua pria membuat matahari akan bertabrakan. Bumi berada dalam kegelapan.

3005
Perang di Mars. Lintasan planet perubahan.
3010

Komet menabrak Bulan. Sekitar Bumi cincin/zona dari batu dan debu.

3797
Pada saat itu di Bumi membunuh semua kehidupan, tetapi manusia akan dapat meletakkan dasar bagi kehidupan baru di sistem bintang lain.

3803
Sebuah planet baru dihuni oleh sedikit orang, Iklim planet baru mempengaruhi organisme orang, mereka bermutasi.

3805
Perang antara manusia memperebutkan sumber daya.

3815
Perang sudah usai.

3854
Perkembangan peradaban hampir berhenti.

4302
kota-kota baru tumbuh di dunia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru.

4302
Perkembangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan menemukan dalam keseluruhan dampak dari semua penyakit dalam perilaku organisme.

4304
Ditemukan cara untuk mengobati semua penyakit.

4308
Karena mutasi, pada akhirnya orang mulai menggunakan otak mereka lebih dari 34%. Benar-benar kehilangan pemahaman tentang kejahatan dan kebencian.

4509
Memahami Tuhan.

4599
Orang orang mencapai keabadian.

4674
Perkembangan peradaban telah mencapai puncaknya. Jumlah orang yang hidup di planet yang berbeda adalah 340 miliar. Asimilasi dimulai dengan alien.

5076
Sebuah batas alam semesta. Dengan itu, tak ada yang tahu.

5078
Keputusan untuk meninggalkan batas-batas alam semesta. Sementara ada sekitar 40% dari populasi yang menentangnya.

5079
The End of the World

Berita baiknya, kiamat tidak terjadi di tahun 2012
Jadi semuanya berbalik kembali kepada diri kita masing-masing, kitalah yang memutuskan untuk mempercayainya atau tidak. Kalau menurut saya secara pribadi, saya tidak percaya akan ramalan-ramalan tersebut, tapi memang cukup menarik mendengarkan imajinasi seseorang mengenai masa depan.

PARA PENCARI SEKOLAH ( P P S )

Pada suatu hari disebuah desa tinggal seorang anak lelaki yang bernama mamat. Dia tinggal bersama kakeknya dan seorang pembantu. Dia hidup bersama kakeknya setelah ke 2 orang tuanya meninggal.
Pada suatu hari Mamat ingin bersekolah. Sudah lama ia tidak bersekolah sejak tamat dari SD.

Mamat     :    Kakek…
Kakek      :    Mamat… Ada apa cucuku ?
Mamat     :    Kek… Aku ingin bersekolah….
Kakek      :    Kamu mau sekolah dimana cu’ ?
Mamat     :    Dimanpun boleh…

Tiba-tiba seorang pembantu datang ikut campur…

Pembantu            :      Sekolah di SLB saja….
Mamat & Kakek  :      SLB ?? Apaan tuh…
Pembantu            :      Huh…. dasar kampungan !! SLB itu Sekolah Langsung Bisa…
                                    Buktinya aja gue baru masuk dikasih sapu langsung bisa nyapu !!??...
Mamat                 :      Huh… loenya aja yang bego ! Kalau gitu sih gue juga bisa!
Pembantu            :      Hmm… kalu gitu pergi aja dikampung seberang disana ada sekolah, tapi, disana banyak preman…
Mamat                 :      Hmm… boleh lah… yang penting aku bisa sekolah…

Keesokan harinya mamat sudah siap untuk pergi ke sekolah dengan berbekal uang sebanyak 1 EM… eh maksud saya uang 1 ember uang koin….

Mamat                 :      Kakek… aku pergi dulu ya..??
Kakek                  :      Iya cu’… kamu baik-baik disana ya..? .. (menahan tangis)
Mamat                 :      Iya kek.. (menangis)
Pembantu            :      Huh… dasar... gitu aja udah nagis…. cengeng !!!
Mamat & Kakek  :      Apa?? dasar pembantu kurang ajar !!

Lalu pergilah mamat ke sekolah barunya. Tiba disana dia dihadang oleh seorang preman yang bersekolah di sekolah tersebut !!

Bobi              :      Eh… loe ! (sambil menunjuk tangannya ke mamat)
Mamat          :      ada apa loe panggil gue ?
Bobi              :      Loe anak baru disini ya ?
Mamat          :      Kalau iya emang kenapa ?
Bobi              :      Eh... nantangin ni anak ! we kasi pelajaran loe baru tau rasa ! (Sambil memegang tangannya)

Tiba-tiba datang seorang anak yang membela Mamat

Adit              :      Woi !! Berhenti… loe mau apain anak ini ?
Bobi              :      Loe jangan ikut campur... pergi sana loe !

Ketika Bobi ingin memukul mamat bel masuk berbunyi.. (teng..teng..teng..)

Rico              :      Bob yuk kita masuk... udah bunyi belll !
Bobi              :      Ok...  ! loe tunggu aja..!
Mamat          :      Uh… Slamet…Slamet…
Bobi              :      Lo tunggu ntar pulang ! we dapet loe !

Setelah lama menunggu akhirnya guru pun tiba !!!

Bu Guru       :      Selamat pagi anak-anak ??
Murid           :      Pagi Bu…
Bu Guru       :      Baiklah sebelum kita memulai pelajaran saya absen dulu ya…
Murid           :      Iya bu…
Bu Guru       :      Tolong yang bu guru sebut namanya kakinya diangkat… Adit??
Adit              :      Hadir Bu…
Bu Guru       :      Rico ?
Rico              :      Hadir Bu!!!
Bu Guru       :      Mamat ?
Mamat          :      Hadir bu!!!
Bu Guru       :      Bobi ?
Siswa            :      Bolos bu…
Bu Guru       :      Huh… dasar anak kepala batu!! Baiklah anak-anak sekarang kita mulai pelajaran kita. Hari ini kita belajar I P S !!

Setelah semua pelajaran telah usai semua siswa pulang kerumah masing-masing…
Dalam perjalanan pulang Mamat dan adit dihalau oleh Bobi dan Rico..

Bobi              :      Hey…ketemu lagi!! hahaha…
Mamat          :      Mampus… (berbicara pelan)
Bobi              :      Gue akan beri perhitungan ama loe!

Ketika Bob ingin memukul mamat tiba-tiba bu guru datang menghampiri mereka…

Bu Guru       :      Hey..hey…kalian ngapain disini?
Bobi              :      Enggak kok bu kami Cuma ingin bermain
Bu Guru       :      Kamu jangan bohong ya bob… kamu pasti berulah lagi?
Bobi              :      Ng…nggak…kok bu…

Sementara itu Mamat dan Adit melarikan diri…

Rico              :      Bos…. mereka kabur!!
Bobi              :      Yah… (sambil geregetan)
Bu Guru       :      Bobi…Rico…kalian berulah lagi !

Kemudian Bobi dan Rico melarikan diri…

Tidak lama lagi UAN pun tiba Mamat dan Adit sangat rajin dan giat belajar, sedangkan Bobi dan Rico hanya bermalas-malasan…., Hingga UAN tiba Mamat dan Adit tidak sulit mengerjakan soal-soal…Tetapi Bobi dan Rico kacau balau…. tak satupun nomor mereka kerjakan…
Pengumuman Kelulusan pun tiba…

Bu Guru              :      Baiklah anak-anak mohon yang disebut namanya maju ke depan…Bobi dan Rico…
Bobi                     :      Asyiiiikk… kita lulus ni Ric..
Rico                     :      Iya Bob!!
Bu guru               :      Oh…. maaf saya salah menyebutkan nama… barusan tadi nama siswa yang tidak lulus !!!
Bobi & Rico        :      Ha…??? Apa..??
Bu Guru              :      siswa yang lulus sebenarnya adalah Mamat dan Adit… silahkan maju ke depan…
Mamat & Adit     :      Alhamdulillah…..

Setelah lulus dari SMP Mamat dan Adit melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hingga mereka sukses….
Mamat membangun sekolah untuk orang yang tak mampu… sedangkan Adit membangun Warung Bakso…
Setelah lulus SMP Bobi dan Rico tidak pernah kelihatan batang hidungnya hingga pada suatu hari Mamat dan Adi sedang berjalan-jalan sambil bernostalgia… lalu mereka Bertemu 2 orang pengemis yang ternyata adalah Bobi dan Rico…

Mamat & Adit     :  Hahaha….hehehe (Ketawa)
Bobi              :      Mas… uangnya mas… saya belum makan mas..
Rico              :      Iya…mas kami belum makan..

Ketika Mamat dan Adit ingin member uang mereka merasa tidak asing melihat 2 pengemis itu…

Mamat          :      Kayaknya kita pernah berjumpa.. tapi dimana yah??
Bobi              :      Ha…. Mamat??
Mamat          :      Oh iya saya ingat kamu Bobi kan teman SMP kita dulu…
Bobi              :      iya… ternyata kamu masih ingat aku, padahal sewaktu SMP aku dan Rico suka ngejahilin kalian…
Rico              :      Iya…
Adit              :      Sudahlah yang lalu biarlah berlalu..
Mamat          :      Betul…
Adit              :      Bagaimana kalau kita ke warung bakso saya untuk makan?? kalian belum makankan??
Bobi & Rico :      Iya…

Di dalam perjalanan mereka bersama sambil mengenang masa-masa sekolah mereka…


~ ^ SEKIAN ^ ~


Karya Anak Kendari Sulawesi Tenggara [ AKMAL SETYA WIJAYA .A.S. ] 

Di Kutip dari tugas yang mereka karang

Cerpen Lucu Anak

Ad segerombolan anak2 bermaen petak umpet.. namanya sopan,santun,bego, ama mati..

nah yg dapat giliran menjaga si bego..
si sopan am santun sembunyi di kamar mandi..
si mati lari sembunyi entah kemana...
setelah menjaga si bego mencari temen2nya.. dy nemuin si sopan santun di kamar mandi..
habis itu dy nyari si mati..pas ditengah jalan tiba2 ad sebuah truk melintas..
si bego hampir ketabrak,,, terus si supir bilang
supir: eh lu bego yah??
bego: iya bang...
supir: lu mau cari mati ya??
bego: iya bang koq tau sih????
supir: eh sopan santun lu dimana??
bego: di kamar mandi bang...
si supir berkata.. sebenernya yng gila siapa yah.. gue apa dia..??

wkwkwkwkwkwkwkwkwk

HARRY POTTER DAN KAMAR RAHASIA

Bab 1 Ulang Tahun Paling Buruk
BUKAN untuk pertama kalinya pertengkaran meledak
di meja makan rumah Privet Drive nomor empat.
Sebelumnya Mr Vernon Dursley telah terbangun pagipagi
buta oleh bunyi uhu-uhu keras dari kamar keponakannya,
Harry
"Untuk ketiga kalinya minggu ini!" raungnya. "Kalau
kau tidak bisa mengontrol burung hantu itu, dia
harus pergi!"
Harry mencoba, sekali lagi, untuk menjelaskan.
"Dia bosan," katanya. "Dia biasa beterbangan di
luar. Kalau aku boleh melepasnya di malam hari..."
"Apa aku kelihatan bbdoh?" kata Paman Vernon
geram, seserpih telur goreng bergantung pada kumisnya
yang lebat. "Aku tahu apa yang akan terjadi
kalau burung hantu itu dibiarkan lepas."
Dia bertukar pandang geram dengan istrinya,
Petunia.
Harry mencoba berargumentasi, tetapi kata-katanya
tenggelam oleh sendawa Dudley yang keras dan panjang.
Dudley adalah anak Mr dan Mrs Dursley.
"Aku mau tambah daging asap."
"Masih banyak di wajan, Manis," jawab Bibi Petunia,
matanya terharu menatap anak laki-lakinya yang
supergemuk. "Kami harus memberimu makan banyakbanyak
selagi ada kesempatan... aku tak senang mendengar
tentang makanan di sekolahmu..."
"Omong kosong, Petunia, aku tak pernah kelaparan
waktu aku di Smeltings," kata Paman Vernon memprotes.
"Dudley mendapat cukup makanan. Ya kan,
Nak?"
Dudley, yang luar biasa gemuknya sampai pantatnya
melimpah di kiri-kanan kursi dapur, menyeringai dan
menoleh kepada Harry.
"Ambilkan wajannya."
"Kau lupa kata sihirnya," kata Harry jengkel.
Dampak kalimat sederhana pada keluarga itu sungguh
luar biasa. Dudley tersedak dan terjatuh dari
kursinya keras sekali sampai menggetarkan seluruh
dapur. Mrs Dursley menjerit dan menutup mulutnya.
Mr Dursley melompat bangun, urat-urat berdenyutan
di pelipisnya.
"Maksudku kata 'tolong'!" kata Harry cepat-cepat.
"Aku tidak bermaksud..."
"BUKANKAH SUDAH KULARANG," gelegar
pamannya dari seberang meja, "MENGUCAPKAN
KATA 'S' ITU DI DALAM RUMAH KITA?"
"Tapi aku..."
"BERANI-BERANINYA KAU MENGANCAM
DUDLEY!" raung Paman Vernon, menggebrak meja
dengan tinjunya.
"Aku cuma..."
"KUPERINGATKAN KAU! AKU TAK MENGIZINKAN
KEABNORMALANMU DISEBUT-SEBUT DI BAWAH
ATAP RUMAH INI!"
Harry bergantian memandang wajah keunguan
pamannya dan wajah pucat bibinya, yang sedang
berusaha membantu Dudley bangun.
"Baiklah," kata Harry, "baiklah..."
Paman Vernon duduk kembali, tersengal seperti badak
bercula satu yang kehabisan napas. Dia
memandang Harry lewat sudut matanya yang kecil
tajam.
Sejak Harry pulang untuk liburan musim panas,
Paman Vernon memperlakukannya seperti bom yang
bisa meledak setiap waktu, karena Harry bukan anak
biasa. Sebetulnya, dia memang sama sekali bukan
anak biasa.
Harry Potter adalah penyihir—penyihir yang baru
melewatkan tahun pertamanya di Sekolah Sihir
Hogwarts. Dan jika keluarga Dursley tidak senang
menerimanya selama liburan, itu bukan apa-apa dibanding
perasaan Harry.
Harry merasa sangat rindu pada Hogwarts sehingga
rasanya dia sakit perut terus-menerus. Dia merindukan
kastilnya, dengan lorong-lorong rahasia dan hantuhantunya,
pelajaran-pelajarannya (walaupun mungkin
tidak merindukan Snape, guru pelajaran Ramuannya),
surat-surat yang dibawa oleh burung-burung
hantu, makan bersama di Aula Besar, tidur di tempat
tidurnya di menara asrama, mengunjungi si pengawas
binatang liar, Hagrid, di pondoknya di dekat Hutan
Terlarang, dan terutama Quidditch, olahraga paling
populer di dunia sihir (enam tiang gawang tinggi,
empat bola terbang, dan empat belas pemain di atas
sapu terbang).
Semua buku pelajaran Harry tongkat, jubah, kuali,
dan sapu top Nimbus Dua Ribu-nya dikunci di dalam
lemari di bawah tangga oleh Paman Vernon begitu
Harry tiba di rumah. Apa pedulinya keluarga Dursley
kalau Harry kehilangan tempat di tim Quidditch
asramanya karena dia tidak berlatih selama musim
panas? Apa urusannya bagi keluarga Dursley jika
Harry kembali ke sekolah tanpa mengerjakan PR-PRnya?
Keluarga Dursley termasuk yang oleh para
penyihir disebut Muggle (tak memiliki setetes pun
darah penyihir di nadi mereka) dan bagi mereka
memiliki penyihir dalam keluarga adalah aib yang
sangat memalukan. Paman Vernon bahkan telah menggembok
burung hantu Harry, Hedwig, di dalam
sangkarnya, untuk mencegahnya membawa surat-surat
kepada siapa pun di dunia sihir.
Tampilan Harry sama sekali lain dari keluarganya.
Paman Vernon gemuk dan tanpa leher, dengan kumis
hitam besar. Bibi Petunia kurus berwajah kuda. Dudley
berambut pirang, kulitnya agak merah jambu, jadi
kesannya seperti babi. Harry, sebaliknya, kecil dan
kurus, dengan mata hijau cemerlang dan rambut hitam
pekat yang selalu berantakan. Dia memakai kacamata
bundar, dan di dahinya ada bekas luka berbentuk
sambaran kilat.
Bekas luka inilah yang membuat Harry istimewa,
bahkan sebagai penyihir. Bekas luka ini satu-satunya
petunjuk akan masa lalu Harry yang misterius, alasan
kenapa dia ditinggalkan di depart pintu rumah
keluarga Dursley sebelas tahun yang lalu.
Pada usia satu tahun, Harry, entah bagaimana berhasil
selamat dari serangan penyihir hitam jahat terhebat
sepanjang zaman, Lord Voldemort, yang namanya
pun tak berani disebutkan oleh banyak penyihir.
Orangtua Harry tewas dalam serangan Voldemort,
tetapi Harry selamat dengan bekas luka sambaran
kilatnya, dan—tak seorang pun tahu kenapa—kekuatan
Voldemort punah pada saat dia gagal membunuh
Harry.
Maka Harry dibesarkan oleh kakak almarhum ibunya
dan suaminya. Dia melewatkan sepuluh tahun
bersama keluarga Dursley, tak pernah memahami
kenapa dia tak putus-putus membuat hal-hal aneh
terjadi walaupun dia tak bermaksud melakukannya.
Dia mempercayai cerita keluarga Dursley bahwa bekas
lukanya didapatnya dalam kecelakaan lalu lintas yang
menewaskan orangtuanya.
Dan kemudian," tepatnya setahun yang lalu,
Hogwarts menulis surat kepada Harry, dan kisah yang
sebenarnya pun terungkap. Harry bersekolah di
sekolah sihir. Di situ dia dan bekas lukanya terkenal...
tetapi sekarang tahun ajaran telah usai, dan dia kembali
bersama keluarga Dursley selama musim panas,
kembali diperlakukan seperti anjing yang habis berguling-
guling di sampah bau.
Keluarga Dursley bahkan tidak ingat bahwa hari ini
adalah hari ulang tahun Harry yang kedua belas.
Tentu saja, harapannya tidak rnuluk-muluk, mereka
belum pernah memberinya hadiah yang layak, apalagi
kue ulang tahun—tapi kalau sama sekali melupakannya...
Saat itu Paman Vernon berdeham dengan lagak sok
penting dan berkata, "Nah, seperti kita semua tahu,
hari ihi hari yang sangat penting."
Harry mendongak, nyaris tak berani mempercayainya.
"Hari ini aku mungkin akan membuat transaksi
terbesar dalam karierku," kata Paman Vernon.
Harry kembali memakan roti panggangnya. Tentu
saja, pikirnya getir, yang sedang dibicarakan Paman
Vernon adalah acara makan malam konyol itu. Sudah
dua minggu ini tak ada hal lain yang dibicarakannya.
Ada pemborong kaya dan istrinya yang akan datang
untuk makan malam dan Paman Vernon berharap
mendapat pesanan besar darinya (perusahaan Paman
Vernon memproduksi bor).
"Kurasa kita harus mengulang susunan acara kita
sekali lagi," kata Paman Vernon. "Kita semua harus
siap di posisi masing-masing pukul delapan nanti.
Petunia, kau di...?"
"Di kamar tamu," kata Bibi Petunia segera, "siap
menyambut kedatangan mereka di rumah kita dengan
anggun."
"Bagus, bagus. Dan Dudley?"
"Aku siap membuka pintu." Dudley memasang senyum
tolol. "Boleh kusimpan mantel Anda, Mr dan
Mrs Mason?"
"Mereka akan menyukai Dudley!" seru Bibi Petunia
terpesona.
"Hebat, Dudley," kata Paman Vernon. Kemudian
dia berpaling kepada Harry. "Dan kau?"
"Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara,
dan pura-pura tidak ada di sana," kata Harry datar.
"Tepat," kata Paman Vernon menyebalkan. "Aku
akan membawa mereka masuk, memperkenalkan kau,
Petunia, dan menuang minuman untuk mereka. Pukul
delapan seperempat..."
"Akan kuumumkan makan malam telah siap," kata
Bibi Petunia.
"Dan Dudley, kau akan bilang..."
"Boleh kuantar Anda ke ruang makan, Mrs Mason?"
kata Dudley, menawarkan lengannya yang gemuk
pada wanita yang tak kelihatan.
"Gentleman kecilku yang sempurna," kata Bibi
Petunia terharu.
"Dan kau?" kata Paman Vernon kejam kepada Harry.
"Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara,
dan pura-pura tidak ada di sana," kata Harry bosan.
"Persis. Sekarang, kita harus berusaha memberikan
beberapa pujian selama makan malam. Petunia, ada
ide?"
"Vernon bercerita Anda pemain golf yang hebat,
Mr Mason... Gaun Anda indah sekali, di mana Anda
membelinya, Mrs Mason...?"
"Sempurna... Dudley?"
"Bagaimana kalau: 'Kami harus menulis karangan
tentang pahlawan yang kami kagumi di sekolah, Mr
Mason, dan saya menulis tentang Anda.'
Ini sudah kelewatan, baik bagi Bibi Petunia maupun
Harry, walaupun dengan alasan berbeda. Bibi Petunia
menangis saking terharunya dan memeluk anaknya,
sedangkan Harry membungkuk ke bawah meja,
supaya mereka tidak melihatnya tertawa.
"Dan kau?"
Harry berusaha membuat wajahnya serius ketika
muncul dari bawah meja.
"Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara,
dan pura-pura tidak ada di sana," katanya.
"Betul sekali, kau harus begitu," kata Paman Vernon
keras. "Suami-istri Mason sama sekali tak tahu-menahu
tentang kau dan harus tetap begitu. Setelah makan
malam selesai, kaubawa Mrs Mason kembali ke ruang
tamu untuk minum kopi, Petunia, dan aku akan mengarahkan
pembicaraan ke bor. Kalau beruntung,
transaksi bisa kuselesaikan dan kontrak sudah ditandatangani
sebelum Berita Pukul Sepuluh Malam. Kita akan
membeli rumah berlibur di Majorca pada jam sekian
besok malam."
Harry tidak bisa ikut senang mendengar kabar ini.
Menurut perasaannya, di Majorca pun keluarga Dursley
tidak akan lebih menyukainya daripada di rumah ini.
"Baik—aku berangkat ke kota untuk mengambil jas
malam untukku dan Dudley. Dan kau," gertaknya
pada Harry, "jangan mengganggu bibimu sementara
dia membersihkan rumah."
Harry keluar lewat pintu belakang. Cuaca amat
cerah. Dia menyeberangi halaman, mengenyakkan diri
di bangku kebun dan bernyanyi pelan, "Happy birthday
to me... happy birthday to me..."
Tak ada kartu, tak ada hadiah, dan dia akan melewatkan
malam ini dengan berpura-pura bahwa dia
tak ada. Dia memandang sedih ke pagar tanaman.
Belum pernah dia merasa kesepian seperti itu. Lebih
dari segalanya di Hogwarts, bahkan lebih daripada
bermain Quidditch, dia merindukan sahabat-sahabatnya.
Ron Weasley dan Hermione Granger. Meskipun
demikian, mereka rupanya sama sekali tidak merindukannya.
Tak seorang pun dari mereka berdua menulis
surat kepadanya musim panas ini, meskipun Ron
sudah mengatakan akan meminta Harry datang
menginap di rumahnya.
Sudah puluhan kali, Harry hampir membuka kandang
Hedwig dengan sihir dan mengirimnya kepada
Ron dan Hermione dengan membawa surat, tetapi
terlalu besar risikonya. Penyihir yang masih di bawah
umur tidak diperkenankan menggunakan sihir di luar
sekolah. Harry tidak memberitahukan aturan ini
kepada keluarga Dursley. Mereka takut Harry akan
mengubah mereka menjadi kumbang pupuk. Dan
Harry tahu, rasa takut itulah yang mencegah mereka
mengunci dirinya di dalam lemari di bawah tangga,
bersama tongkat dan sapunya.
Selama dua minggu pertama, Harry menikmati
menggumamkan kata-kata omong kosong dan melihat
Dudley kabur dari ruangan secepat kaki gemuknya
bisa membawanya. Tetapi lama tak ada kabar dari Ron
dan Hermione membuat Harry merasa terkucil dari
dunia sihir, sehingga bahkan mempermainkan Dudley
pun sudah tak menarik lagi—dan sekarang Ron dan
Hermione telah melupakan hari ulang tahunnya.
Dia rela memberikan apa pun untuk mendapatkan
kabar dari Hogwarts. Bahkan kabar dari penyihir mana
pun? Dia bahkan akan senang kalau bisa melihat
musuh besarnya, Draco Malfoy, sekadar meyakinkan
bahwa segalanya bukan hanya mimpi....
Bukan berarti dia senang terus sepanjang waktu di
Hogwarts. Di pengujung semester terakhir mereka,
Harry telah berhadapan dengan, tak lain dan tak
bukan, Lord Voldemort sendiri. Voldemort mungkin
sudah bukan apa-apa dibanding ketika berkuasa dulu,
tetapi dia masih tetap mengerikan dan licik, masih
bertekad ingin berkuasa kembali. Harry berhasil lolos
dari cengkeraman Voldemort untuk kedua kalinya,
tetapi nyaris saja. Bahkan sekarang, setelah lewat beberapa
minggu, Harry masih terbangun di malam
hari, mandi keringat dingin, bertanya-tanya dalam
hati di mana Voldemort sekarang, teringat wajahnya
yang pucat kelabu, matanya yang liar....
Harry mendadak duduk tegak di bangku kebun.
Sejak tadi, sambil melamun, dia memandang pagar
tanaman—dan pagar itu balas memandangnya. Dua mata
hijau besar muncul di antara dedaunan.
Harry melompat bangun tepat ketika terdengar
suara ejekan dari seberang kebun.
"Aku tahu hari apa hari ini," Dudley menyanyi,
berjalan berat ke arahnya.
Mata besar itu berkedip lalu lenyap.
"Apa?" tanya Harry, tanpa melepas pandangan dari
tempat mata itu tadi berada.
"Aku tahu hari apa hari ini," ulang Dudley, tiba di
belakang Harry.
"Bagus sekali," kata Harry. "Jadi akhirnya kauhafal
nama-nama hari."
"Hari ini hari ulang tahunmu," cemooh Dudley.
"Kenapa kau tidak menerima satu kartu pun? Apa
kau tidak punya teman di tempat sinting itu?"
"Jangan sampai ibumu dengar kau menyebut-nyebut
sekolahku," kata Harry dingin.
Dudley menarik celananya yang melorot ke pantatnya
yang gemuk.
"Kenapa kau terus memandang pagar?" tanyanya
curiga.
"Aku sedang mencoba memutuskan mantra apa
yang paling baik untuk membakarnya," kata Harry.
Dudley langsung terhuyung mundur, wajahnya
yang gemuk kelihatan panik.
"Tidak b-boleh—Dad bilang kau tidak boleh memenyihir—
dia bilang dia akan mengusirmu—dan kau
tak punya tempat lain—kau tak punya teman yang
bisa menerimamu..."
"Jiggery pokery!" kata Harry tegas. "Hocus pocus...
squiggly wiggly..."
"MUUUUUUM!" raung Dudley, yang tersandung
kakinya" sendiri dalam ketergesaannya berlari kembali
ke rumah. "MUUUUM! Dia melakukan yang tak boleh
itu!"
Harry harus membayar mahal untuk kesenangan
sesaat itu. Karena baik Dudley maupun pagarnya
sama sekali tak bercacat, Bibi Petunia tahu dia tidak
betul-betul menyihir. Tetapi Harry tetap harus menunduk
menghindar ketika Bibi Petunia mengayunkan
wajan bersabun ke kepalanya. Kemudian Bibi Petunia
menyuruhnya bekerja, dengan ancaman dia tidak akan
diberi makan sampai pekerjaannya selesai.
Sementara Dudley bermalas-malasan menontonnya
sambil makan es krim, Harry membersihkan jendela,
mencuci mobil, memotong rumput, merapikan petakpetak
bunga, menggunting dan menyirami mawar,
dan mengecat ulang bangku kebun. Matahari bersinar
terik sekali, membakar tengkuknya. Harry tahu dia
seharusnya tidak terpancing ledekan Dudley, tetapi
Dudley mengatakan hal yang persis sedang Harry
pikirkan... mungkin dia tak punya teman di
Hogwarts....
Sayang sekali mereka tak bisa melihat Harry Potter
sekarang, pikirnya jengkel, sementara dia menebarkan
pupuk kandang di kebun bunga. Punggungnya sakit,
keringat bercucuran di wajahnya.
Sudah pukul setengah delapan malam ketika akhirnya,
kelelahan, dia mendengar Bibi Petunia memanggilnya.
"Masuk! Dan berjalan di atas koran!"
Harry masuk dengan senang ke dapur yang
mengilap. Di atas lemari es sudah siap puding untuk
malam ini, dihiasi seonggok krim dan violet berlapis
gula. Daging panggang sedang berdesis di dalam
oven.
"Makan cepat! Mr dan Mrs Mason sebentar lagi
datang!" kata Bibi Petunia galak, seraya menunjuk
dua iris roti dan segumpal kecil keju di atas meja
dapur. Bibi Petunia sudah memakai gaun malam berwarna
merah jambu salem.
Harry mencuci tangan dan segera menghabiskan
makan malamnya yang rrtengenaskan. Begitu dia selesai,
Bibi Petunia langsung menyingkirkan piringnya.
"Naik! Cepat!"
Ketika melewati pintu ruang duduk, sekilas Harry
melihat Paman Vernon dan Dudley memakai jas dan
dasi kupu-kupu. Baru saja dia tiba di atas tangga, bel
pintu berdering dan wajah marah Paman Vernon
muncul di kaki tangga.
"Ingat—suara sekecil apa pun...."
Harry berjingkat menuju kamarnya, menyelinap masuk,
menutup pintu, dan berbalik untuk mengempaskan
diri ke atas tempat tidurnya.
Celakanya, sudah ada yang duduk di atas tempat
tidurnya.
Bab 2 Peringatan Dobby
HARRY berhasil tidak menjerit, tetapi nyaris saja.
Makhluk kecil di tempat tidur itu bertelinga lebar
seperti kelelawar dan bermata hijau menonjol sebesar
bola tenis. Harry langsung tahu bahwa dialah yang
pagi tadi mengawasinya dari pagar tanaman.
Ketika mereka saling pandang, Harry mendengar
suara Dudley dari ruang depan.
"Boleh kusimpan mantel Anda, Mr dan Mrs
Mason?"
Makhluk itu meluncur turun dari tempat tidur dan
membungkuk rendah sekali sehingga ujung hidungnya
yang panjang dan kurus menyentuh karpet. Harry
memperhatikan makhluk itu memakai sesuatu yang
kelihatannya seperti sarung bantal usang, dengan
robekan untuk lubang lengan dan kaki.
"Eh—halo," kata Harry gugup.
"Harry Potter!" kata makhluk itu, dengan suara
melengking yang Harry yakin pasti terdengar sampai
ke bawah tangga. "Sudah lama Dobby ingin bertemu
Anda, Sir... Sungguh kehormatan besar..."
"Te-terima kasih," kata Harry merayap sepanjang
dinding dan terenyak di kursinya, di sebelah Hedwig,
yang sedang tidur di dalam sangkarnya yang besar.
Dia ingin bertanya, "Kau ini apa?" tetapi rasanya
tidak sopan, maka sebagai gantinya dia bertanya, "Kau
siapa?"
"Dobby, Sir. Cukup Dobby saja. Dobby si perirumah,"
jawab makhluk itu.
"Oh—begitu?" kata Harry. "Eh—bukannya aku
mengusir atau apa, tapi—ini bukan saat yang baik
bagiku untuk menerima peri-rumah di kamarku."
Tawa Bibi Petunia yang melengking dibuat-buat terdengar
dari ruang tamu. Peri itu menunduk lesu.
"Bukannya aku tidak senang bertemu kau," kata
Harry cepat-cepat, "tetapi, eh, apakah ada alasan khusus
kenapa kau di sini?"
"Oh ya, Sir," kata Dobby bersemangat. "Dobby datang
untuk memberitahu Anda, Sir... susah, Sir...
enaknya Dobby mulai dari mana, ya..."
"Silakan duduk," kata Harry sopan, menunjuk tempat
tidurnya.
Betapa kagetnya dia, air mata si peri langsung
bercucuran—dia tersedu-sedu.
"S-silakan duduk!" dia meraung. "Belum pernah...
sekali pun belum pernah..."
Harry mendengar suara-suara di bawah terhenti.
"Maaf," dia berbisik. "Aku tak bermaksud menghinamu."
"Menghina Dobby!" si peri tersedak. "Belum pernah
Dobby dipersilakan duduk oleh seorang penyihir—
seakan kita sederajat..."
Harry, berusaha berkata "Shh!" dan sekaligus kelihatan
lega, mengantar Dobby kembali ke tempat
tidurnya. Dobby duduk di situ, cegukan, tampak seperti
boneka besar yang jelek sekali. Akhirnya dia
berhasil menguasai diri. Mata besarnya yang masih
berair menatap Harry penuh pemujaan.
"Pasti kau belum banyak bertemu penyihir yang
sopan," kata Harry, berusaha menghiburnya.
Dobby menggeleng. Kemudian, mendadak saja, dia
melompat dan mulai membentur-benturkan kepalanya
keras-keras ke jendela, seraya berteriak-teriak, "Dobby
jelek! Dobby jelek!"
"Jangan—kau kenapa?" desis Harry, melompat bangun
dan menarik Dobby kembali ke tempat tidur.
Hedwig terbangun sambil memekik luar biasa keras
dan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan liar ke
jeruji sangkarnya.
"Dobby harus menghukum diri sendiri, Sir," kata si
-peri yang matanya jadi agak juling. "Dobby hampir
saja menjelek-jelekkan keluarga Dobby, Sir...."
"Keluargamu?"
"Keluarga penyihir tempat Dobby mengabdi, Sir...
Dobby kan peri-rumah—terikat untuk mengabdi dan
melayani satu rumah dan satu keluarga selamanya...."
"Apa mereka tahu kau di sini?" tanya Harry ingin
tahu.
Dobby bergidik.
"Oh, tidak, Sir, tidak... Dobby nantinya harus meng-
hukum diri dengan sangat menyedihkan karena datang
menemui Anda, Sir. Dobby harus menjepit
telinganya di pintu oven. Kalau sampai mereka tahu,
Sir..."
"Tapi apa mereka tidak akan melihat kalau kau
menjepit telingamu di pintu oven?"
"Dobby meragukannya, Sir. Dobby selalu harus
menghukum diri karena sesuatu, Sir. Mereka membiarkan
saja Dobby begitu, Sir. Kadang-kadang mereka
malah mengingatkan Dobby untuk melakukan hukuman
tambahan..."
"Tetapi kenapa kau tidak pergi saja? Maksudku,
kabur?"
"Peri-rumah harus dibebaskan, Sir. Dan keluarga itu
tidak akan pernah membebaskan Dobby... Dobby akan
melayani keluarga itu sampai mati, Sir..."
Harry terbelalak.
"Dan kukira keadaanku sudah parah sekali karena
harus tinggal di sini sebulan lagi," katanya. "Ceritamu
membuat keluarga Dursley nyaris manusiawi. Apakah
ada yang bisa membantumu? Bisakah aku membantumu?"
Langsung saja Harry menyesal bicara begitu. Dobby
tersedu-sedu lagi saking berterima kasihnya.
"Diamlah," bisik Harry panik, "diamlah. Kalau keluarga
Dursley sampai dengar, kalau mereka tahu kau
di sini..."
"Harry Potter bertanya apakah dia bisa membantu
Dobby... Dobby sudah mendengar kehebatan Anda,
Sir, tapi tentang kebaikan Anda, Dobby tak pernah
tahu..."
Harry, yang wajahnya terasa panas, berkata, "Apa
pun yang kaudengar tentang kehebatanku adalah
omong kosong besar. Aku bahkan bukan juara di
antara teman-teman seangkatanku. Juaranya
Hermione, dia..."
Tetapi Harry mendadak berhenti, karena memikirkan
Hermione terasa menyakitkan.
"Harry Potter rendah hati dan sederhana," kata
Dobby penuh kekaguman, matanya yang seperti bola
berbinar-binar. "Harry Potter tidak menyebut-nyebut
kemenangannya atas Dia yang Namanya Tak Boleh
Disebut."
"Voldemort?" kata Harry.
Dobby menutup telinga kelelawarnya dan mengerang.
"Ah, jangan sebut namanya, Sir! Jangan sebut
namanya!"
"Sori," kata Harry cepat-cepat. "Aku tahu banyak
orang tidak menyukainya. Temanku Ron..."
Dia berhenti lagi. Memikirkan Ron juga menyakitkan.
Dobby membungkuk ke arah Harry, matanya sebesar
lampu sorot.
"Dobby mendengar cerita," katanya serak, "bahwa
Harry Potter bertemu si Pangeran Kegelapan itu untuk
kedua kalinya, baru beberapa minggu lalu... bahwa
Harry Potter sekali lagi berhasil lolos."
Harry mengangguk dan mata Dobby mendadak
berkilau oleh air mata.
"Ah, Sir," isaknya, mengusap wajahnya dengan salah
satu ujung sarung bantal butut yang dipakainya.
"Harry Potter sungguh gagah berani! Dia sudah meng-
hadapi banyak bahaya! Tetapi Dobby datang untuk
melindungi Harry Potter, untuk memperingatkannya,
meskipun karena itu Dobby harus menjepit telinganya
di pintu oven nanti... Harry Potter tidak boleh kembali
ke Hogwarts."
Kesunyian yang menyusul hanya dipecahkan oleh
dentang-denting garpu dan pisau dari bawah dan
sayup-sayUp suara Paman Vernon di keja'uhan.
"A-apa?" Harry tergagap. "Tapi aku harus kembali—
sekolah mulai tanggal satu September. Itu saja yang
membuatku masih di sini. Kau tak tahu bagaimana
rasanya di sini. Aku tidak, termasuk salah satu dari
mereka. Aku lebih cocok di duniamu—di Hogwarts."
"Tidak, tidak, tidak," lengking Dobby, menggelenggelengkan
kepalanya keras-keras sampai telinganya
menampar-nampar. "Harry Potter harus tinggal di tempat
di mana dia aman. Dia terlalu hebat, terlalu baik,
sayang kalau kami sampai kehilangan dia. Kalau Harry
Potter kembali ke Hogwarts, nyawanya dalam bahaya."
"Kenapa?" tanya Harry kaget.
"Ada rencana rahasia, Harry Potter. Rencana untuk
membuat hal-hal yang paling mengerikan terjadi di
Sekolah Sihir Hogwarts tahun ini," bisik Dobby, mendadak
seluruh tubuhnya gemetaran. "Dobby sudah tahu
selama berbulan-bulan, Sir. Harry Potter tidak boleh
membahayakan dirinya. Dia terlalu penting, Sir!"
"Hal mengerikan apa?" tanya Harry segera. "Siapa
yang merencanakannya?"
Dobby membuat suara tersedak aneh dan kemudian
membentur-benturkan kepalanya dengan liar ke dinding.
"Baiklah!" seru Harry, menyambar lengan si peri
untuk menghentikan perbuatannya. "Kau tak bisa mengatakannya,
aku mengerti. Tetapi kenapa kau memperingatkan
aku?" Pikiran tak enak mendadak melintas
di benaknya. "Tunggu—ini tidak ada hubungannya
dengan Vol—sori—dengan Kau-Tahu-Siapa, kan? Kau
tinggal menggeleng atau mengangguk," cepat-cepat
Harry menambahkan ketika, dengan mengkhawatirkan,
kepala Dobby sudah mengarah lagi ke
dinding.
Perlahan-lahan, Dobby menggelengkan kepala.
"Bukan—bukan Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut,
Sir."
Tetapi mata Dobby melebar dan dia kelihatannya
mencoba memberi Harry petunjuk. Meskipun demikian,
Harry sama sekali tidak paham.
"Dia tidak punya adik laki-laki, kan?"
Dobby menggeleng, matanya menjadi lebih lebar
dari sebelumnya.
"Yah, kalau begitu, aku tak bisa memikirkan siapa
lagi yang punya kesempatan untuk melakukan halhal
mengerikan di Hogwarts," kata Harry. "Maksudku,
paling tidak di sana ada Dumbledore—kau tahu siapa
Dumbledore, kan?"
Dobby menundukkan kepala.
"Albus Dumbledore adalah kepala sekolah terhebat
yang pernah dimiliki Hogwarts. Dobby tahu itu, Sir.
Dobby sudah mendengar kehebatan Dumbledore menyaingi
kehebatan Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut
pada puncak kekuasaannya. Tetapi, Sir," suara
Dobby merendah menjadi bisikan mendesak, "ada
kekuasaan-kekuasaan yang Dumbledore tidak... kekuasaan
yang penyihir baik tidak..."
Dan sebelum Harry bisa mencegahnya, Dobby melompat
turun dari tempat tidur, menyambar lampu
meja Harry dan mulai memukuli kepalanya dengan
jeritan-jeritan memekakkan telinga.
Di bawah mendadak sunyi. Dua menit kemudian,
dengan jantung berdegup liar, Harry mendengar
Paman Vernon masuk, seraya berkata, "Dudley pasti
lupa mematikan televisinya. Dasar ceroboh anak itu!"
"Cepat! Masuk lemari pakaian!" desis Harry, mendorong
Dobby masuk, menutup pintu lemari, dan
melempar dirinya ke atas tempat tidur tepat ketika
pegangan pintu bergerak.
"Setan! Kau-ini-ngapain-sih?" kata Paman Vernon
dengan gigi mengertak, wajahnya sangat dekat ke
wajah Harry. "Kau baru saja membuat berantakan
leluconku tentang pemain golf Jepang... kalau bikin
suara sekali lagi, kau akan menyesal telah dilahirkan!"
Paman Vernon meninggalkan kamar dengan
mengentakkan kakinya.
Gemetaran, Harry mengeluarkan Dobby dari lemari
pakaian.
"Tahu, kan, bagaimana di sini?" katanya. "Paham,
kan, kenapa aku harus kembali ke Hogwarts?
Hogwarts satu-satunya tempat di mana aku punya—
yah, kupikir aku punya teman."
"Teman yang bahkan menulis surat pun tidak kepada
Harry Potter?" kata Dobby licik.
"Kurasa mereka—tunggu," kata Harry, keningnya
berkerut. "Bagaimana kau tahu teman-temanku tidak
menulis kepadaku?"
Dobby menggerak-gerakkan kakinya dengan gelisah.
"Harry Potter tidak boleh marah kepada Dobby—
Dobby melakukannya demi kebaikan..."
"Apakah kau yang mengambil surat-suratku?"
"Dobby membawanya, Sir," kata si peri. Dengan gesit
ia menjauh dari jangkauan Harry, lalu menarik keluar
setumpuk tebal amplop dari dalam sarung bantal yang
dipakainya. Harry bisa mengenali tulisan Hermione
yang rapi, tulisan cakar ayam Ron yang berantakan,
dan bahkan coretan yang kelihatannya dikirim oleh si
pengawas binatang liar Hogwarts, Hagrid.
Dobby menatap Harry dengan cemas.
"Harry Potter tidak boleh marah... Dobby berharap...
kalau Harry Potter mengira teman-temannya
melupakannya... Harry Potter mungkin tidak ingin
kembali ke sekolah, Sir..."
Harry tidak mendengarkan. Dia berusaha merebut
surat-surat itu, tetapi Dobby melompat menjauh.
"Ini akan diberikan kepada Harry Potter, Sir, kalau
dia berjanji kepada Dobby bahwa dia tidak akan
kembali ke Hogwarts. Ah, Sir, ini bahaya yang tak
boleh Anda hadapi! Katakan Anda tidak akan kembali,
Sir!"
"Tidak," kata Harry marah. "Kembalikan surat
teman-temanku!"
"Kalau begitu Harry Potter tidak memberikan pilihan
lain kepada Dobby," kata si peri sedih.
Sebelum Harry bisa bergerak, Dobby sudah melesat
ke pintu kamar, membukanya—dan melompat turun.
Dengan mulut kering, jantung berdegup kencang,
Harry melompat mengejarnya, berusaha tidak membuat
suara. Dia melompati enam anak tangga terakhir,
mendarat seperti kucing di atas karpet, celinguk.in
mencari Dobby. Dari ruang makan didengarnya Paman
Vernon berkata, "...ceritakan kepada Petunia cerita
lucu tentang tukang ledeng Amerika itu, Mr Mason,
dia sudah ingin sekali dengar..."
Harry berlari ke dapur dan hatinya mencelos.
Puding mahakarya Bibi Petunia, gundukan krim
dan gula itu, sekarang melayang dekat langit-langit.
Di atas lemari di sudut, Dobby meringkuk.
"Jangan," kata Harry serak. "Tolong, jangan... mereka
akan membunuhku..."
"Harry Potter harus bilang dia tidak akan kembali
ke sekolah..."
"Dobby... tolong..."
"Katakan, Sir..."
"Tidak bisa!"
Dobby memandangnya sedih.
"Kalau begitu Dobby terpaksa melakukannya, Sir,
untuk kebaikan Harry Potter sendiri."
Puding itu terjatuh ke lantai dengan bunyi memekakkan.
Krim memercik ke jendela dan dinding,
sementara piringnya pecah. Diiringi bunyi seperti
lecutan cemeti, Dobby menghilang.
Terdengar jeritan dari ruang makan dan Paman
Vernon berlari ke dapur, menemukan Harry, berdiri
kaku saking kagetnya—dari kepala sampai kaki
belumur puding Bibi Petunia.
Awalnya, kelihatannya Paman Vernon akan bisa me-
nutupi kejadian itn ("cuma keponakan kami—sangat
bingung—bertemu orang asing membuatnya cemas,
maka kami minta dia tinggal saja di atas..."). Paman
Vernon meminta suami-istri Mason yang shock kembali
ke ruang makan. Lalu ia mengancam akan menghajar
Harry sampai nyawanya tinggal seujung rambut setelah
tamunya pulang nanti. Diberinya Harry alat pel.
Bibi Petunia mengambil es krim dari lemari es dan
Harry, masih gemetaran, mulai membersihkan dapur.
Paman Vernon mungkin masih akan bisa menyelesaikan
transaksinya—kalau bukan gara-gara si
burung hantu.
Bibi Petunia sedang mengedarkan kotak permen
pedas untuk sehabis makan .ketika seekor burung
hantu serak melesat masuk lewat jendela ruang makan,
menjatuhkan sepucuk surat ke atas kepala Mrs
Mason, dan melesat keluar lagi. Mrs Mason menjerit
seakan melihat hantu dan berlari keluar rumah, berteriak-
teriak menuduh mereka gila. Sebelum bergegas
menyusul istrinya, Mr Mason masih sempat memberitahu
keluarga Dursley bahwa istrinya takut setengah
mati pada segala macam burung dan bertanya apakah
begini cara mereka bergurau.
Harry berdiri di dapur, mencengkeram gagang pel
untuk menopangnya ketika Paman Vernon mendekatinya,
matanya yang kecil berkilat licik.
"Baca ini!" desisnya galak, seraya mengacung-acungkan
surat yang dibawa burung hantu* tadi. "Ayo—
baca!"
Harry mengambilnya. Surat itu tidak berisi ucapan
selamat ulang tahun.
Mr Potter yang terhormat,
Kami baru saja menerima laporan mata-mata bahwa
Mantra Melayang baru saja digunakan di tempat
tinggal Anda malam ini pada pukul sembilan lewat
dua belas menit.
Seperti Anda ketahui, penyihir di bawah-umur tidak
diperkenankan menggunakan sihir di luar sekolah, dan
jika Anda menggunakan sihir lagi, Anda bisa dikeluarkan
dari sekolah (Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi
Penyihir di Bawah-Umur, 1875, Paragraf C).
Kami juga meminta Anda mengingat bahwa kegiatan
sihir apa pun yang berisiko menarik perhatian anggota
komunitas non-sihir (Muggle) adalah pelanggaran
serius, sesuai peraturan ke-13 Konfederasi Internasional
Undang-undang Kerahasiaan Sihir.
Selamat menikmati liburan!
Hormat kami,
Mafalda Hopkirk
Departemen Penggunaan Sihir yang Tidak Pada
Tempatnya
Kementerian Sihir

Harry mendongak dari suratnya dan menelan ludah.
"Kau tidak memberitahu kami kau tidak diizinkan
menggunakan sihir di luar sekolah," kata Paman
Vernon, kilatan liar menari-nari di matanya. "Lupa...
tidak ingat sama sekali, pasti begitu alasanmu..."
Dia menghadapi Harry seperti anjing buldog besar,
dengan mulut menyeringai. "Yah, aku punya kabar
untukmu... aku akan mengurungmu... kau tak akan
pernah kembali ke sekolah itu... tak pernah... dan
kalau kau mencoba menyihir dirimu lepas dari kurungan—
mereka akan mengeluarkanmu!"
Dan sambil tertawa seperti orang gila, dia menyeret
Harry kembali ke atas.
Paman Vernon membuktikan kekejaman icata-katanya.
Esok paginya, dia membayar orang untuk memasang
jeruji pada jendela Harry. Dia sendiri memasang
pintu-kucing di pintu kamar, supaya sedikit
makanan bisa didorong masuk tiga kali sehari. Mereka
mengeluarkan Harry untuk ke kamar mandi sehari
dua kali, pagi dan sore. Selain waktu itu, dia dikurung
di kamarnya sepanjang waktu.

Bab 3 The Burrow
"RON!" desah Harry, merayap ke jendela dan mendorongnya
ke atas, agar mereka bisa bicara lewat
jeruji. "Ron, bagaimana kau—apa i...?"
Harry ternganga ketika sadar sepenuhnya apa yang
dilihatnya. Ron menjulurkan tubuhnya dari jendela
belakang mobil tua berwarna hijau toska, yang diparkir
di tengah udara. Fred dan George, kakak kembarnya,
nyengir kepada Harry dari tempat duduk depan.
"Baik-baik saja, Harry?"
"Apa yang terjadi?" tanya Ron. "Kenapa kau tidak
membalas surat-suratku? Sudah dua belas kali kuminta
kau datang, kemudian Dad pulang dan bilang kau
mendapat peringatan resmi gara-gara menggunakan
sihir di depan Muggle..."
"Bukan aku—dan bagaimana dia tahu?"
"Dia kerja di Kementerian Sihir," kata Ron. "Kau kan
tahu kita dilarang menggunakan sihir di luar sekolah..."
The Burrow
"Aneh juga kau ngomong begitu,". kata Harry, memandang
mobil yang melayang itu.
"Oh, ini tidak masuk hitungan," kata Ron. "Kami
cuma pinjam. Ini punya Dad, bukan kami yang menyihirnya.
Tetapi menyihir di depan Muggle, di tempat
kau tinggal..."
"Sudah kubilang itu bukan aku—tapi perlu waktu
lama untuk menjelaskannya sekarang. Bisakah kaukatakan
kepada mereka di Hogwarts bahwa keluarga
Dursley mengurungku dan tidak mengizinkanku kembali,
dan jelas aku tidak bisa menyihir diriku keluar
kamar, karena Kementerian Sihir nanti mengira itu
kedua kalinya aku menyihir dalam waktu tiga hari,
jadi..."
"Berhenti ngoceh," kata Ron. "Kami datang untuk
membawamu pulang bersama kami."
"Tapi kalian juga tidak bisa menyihirku bebas..."
"Tidak perlu," kata Ron, mengedikkan kepalanya
ke arah tempat duduk depan sambil menyeringai.
"Kau lupa siapa yang bersamaku."
"Ikat ini di sekeliling jeruji-jeruji itu," kata Fred,
melempar ujung seuntai tambang kepada Harry.
"Kalau keluarga Dursley bangun, mati aku," kata
Harry, ketika dia mengikatkan tambang erat-erat ke
satu jeruji sementara Fred menekan pedal gas kuatkuat.
"Jangan khawatir," kata Fred. "Sekarang kau mundur."
Harry mundur ke tempat remang-remang di sebelah
Hedwig. Hedwig rupanya menyadari betapa pentingnya
kejadian ini sehingga dia diam tak bersuara.
Derum mobil semakin keras, dan mendadak, dengan
bunyi berkelontangan, jeruji-jeruji itu berhasil dicabut
dari jendela sewaktu Fred meluncurkan mobil ke
atas—Harry berlari kembali ke jendela dan melihat
jeruji itu bergelantungan kira-kira semeter dari tanah.
Terengah-engah, Ron menariknya ke dalam mobil.
Harry mendengarkan dengan cemas, tetapi tak terdengar
suara dari kamar tidur keluarga Dursley.
Ketika jeruji sudah aman di tempat duduk belakang
bersama Ron, Fred memundurkan mobil sedekat
mungkin ke jendela Harry.
"Masuk," kata Ron.
"Tetapi semua keperluan Hogwarts-ku... tongkatku...
sapuku..."
"Di mana?"
"Dikunci di lemari di bawah tangga, dan aku tidak
bisa keluar dari kamar ini..."
"Tak jadi soal," kata George dari tempat duduk
depan. "Minggir, Harry."
Fred dan George memanjat hati-hati lewat jendela,
masuk ke kamar Harry. Harry kagum sekali melihat
George mengeluarkan jepit rambut biasa dari sakunya
dan mulai mengotak-atik kunci pintu.
"Banyak penyihir menganggap mempelajari trik
Muggle semacam ini buang-buang waktu," kata Fred,
"tapi menurut kami ini kecakapan yang layak dipelajari,
walaupun agak lambat."
Terdengar bunyi klik pelan dan pintu terbuka.
"Nah—kami akan mengambil kopermu. Ambil apa
saja yang kauperlukan dari kamarmu dan ulurkan
pada Ron," bisik George.
"Awas, anak tangga yang paling bawah berderit,"
Harry balik berbisik, ketika si kembar menghilang di
puncak tangga yang gelap.
Harry bergerak gesit di kamarnya, mengumpulkan
barang-barangnya dan menyerahkannya kepada Ron.
Kemudian dia membantu Fred dan George menggotong
kopernya ke atas. Harry mendengar Paman
Vernon terbatuk.
Akhirnya, terengah-engah, mereka tiba di puncak
tangga, lalu membawa koper itu ke jendela kamar.
Fred memanjat kembali ke dalam mobil untuk menarik
koper bersama Ron, sementara Harry dan George
mendorong dari kamar. Senti demi senti koper itu
bergerak melewati jendela.
Paman Vernon terbatuk lagi.
"Sedikit lagi," sengal Fred, yang menarik dari dalam
mobil. "Dorong keras-keras...."
Harry dan George mendorong koper itu dengan
bahu dan koper itu pun meluncur dari jendela ke
.tempat duduk belakang mobil.
"Oke, kita berangkat," bisik George.
Tetapi ketika Harry memanjat ambang jendela, terdengar
jerit nyaring di belakangnya, diikuti gelegar
suara Paman Vernon.
"BURUNG HANTU SIALAN!"
"Aku lupa Hedwig!"
Harry berlari kembali ke seberang kamar ketika
lampu di atas tangga loteng menyala. Dia menyambar
sangkar Hedwig, berlari ke jendela, dan menyerahkannya
kepada Ron. Dia sedang memanjat lemari lacinya
ketika Paman Vernon menggedor pintu yang sudah
tak terkunci—dan pintu berdebam terbuka.
38
Sedetik Paman Vernon berdiri terpaku di depan
pintu, kemudian dia melenguh seperti banteng terluka
dan melesat mengejar Harry, menyambar pergelangan
kakinya.
Ron, Fred, dan George meraih lengan Harry dan
menarik sekuat tenaga.
"Petunia!" raung Paman Vernon. "Dia kabur! DIA
KABUR!"
Weasley bersaudara menyentak keras sekali dan
kaki Harry terlepas dari cengkeraman Paman Vernon.
Begitu Harry sudah di dalam mobil dan membanting
pintunya menutup, Ron berteriak, "Tancap, Fred!" dan
mobil itu tiba-tiba saja meluncur menuju bulan.
Harry tak bisa mempercayainya—dia bebas. Dia
menurunkan kaca jendela mobil, angin malam mengibarkan
rambutnya. Dia memandang atap rumahrumah
di Privet Drive yang semakin menjauh. Paman
Vernon, Bibi Petunia, dan Dudley, ketiganya menatap
terpana dari jendela kamar Harry.
"Sampai musim panas tahun depan!" seru Harry.
Weasley bersaudara terbahak dan Harry bersandar
kembali ke tempat duduknya, nyengir lebar sekali.
"Keluarkan Hedwig," katanya kepada Ron. "Dia
bisa terbang mengikuti kita. Sudah lama sekali dia
tak punya kesempatan merentangkan sayapnya."
George menyerahkan jepit rambut kepada Ron dan
sesaat kemudian Hedwig sudah meluncur riang gembira
dari jendela mobil, lalu melayang-layang mengikuti
mereka seperti hantu.
"Jadi—bagaimana ceritanya, Harry?" kata Ron tak
sabar. "Apa yang terjadi?"
Harry menceritakan kepada mereka semua tentang
Dobby, peringatan yang diberikannya kepada Harry,
dan musibah puding violet. Terjadi kesunyian yang
panjang setelah Harry mengakhiri ceritanya. Mereka
kaget.
"Sangat mencurigakan," kata Fred akhirnya.
"Jelas mengada-ada," George menyetujui. "Jadi dia
bahkan tidak mau memberitahu siapa yang merencanakan
semua ini?"
"Kurasa dia tak bisa," kata Harry. "Sudah kukatakan,
setiap kali nyaris buka rahasia, dia langsung membentur-
benturkan kepalanya ke dinding."
Harry melihat Fred dan George berpandangan.
"Kalian mengira dia bohong kepadaku?" kata Harry.
"Yah," kata Fred, "coba pikirkan—peri-rumah punya
kekuatan gaib sendiri, tetapi mereka biasanya tidak
bisa menggunakannya tanpa izin tuan mereka. Kurasa
si Dobby itu sengaja dikirim untuk mencegahmu kembali
ke Hogwarts. Ada yang mau mempermainkanmu.
Apa di sekolah ada yang dendam padamu?"
"Ada," Harry dan Ron langsung menjawab bersamaan.
"Draco Malfoy," Harry menjelaskan. "Dia membenciku."
"Draco Malfoy?" kata George, menoleh. "Bukan anak
Lucius Malfoy, kan?"
"Mestinya. Itu bukan nama yang sangat umum,
kan?" kata Harry. "Kenapa?"
"Aku dengar Dad bicara tentang dia," kata George.
"Dia pendukung besar Kau-Tahu-Siapa."
"Dan waktu Kau-Tahu-Siapa menghilang," kata Fred,
menoleh memandang Harry, "Lucius Malfoy kembali,
katanya dia tidak bermaksud melakukan semua itu.
Omong kosong—Dad berpendapat dia orang dekat
Kau-Tahu-Siapa."
Harry tak pernah mendengar desas-desus tentang
keluarga Malfoy sebelumnya, dan ini sama sekali tidak
mengejutkannya. Kalau dibandingkan dengan Malfoy,
Dudley Dursley tampak seperti anak yang baik, bijaksana,
dan penuh perasaan.
"Aku tak tahu apakah keluarga Malfoy punya perirumah...,"
kata Harry.
"Siapa pun pemiliknya, tentulah keluarga penyihir
yang sudah turun-temurun dan kaya raya," kata Fred.
"Yeah, Mum ingin sekali kami punya peri-rumah
untuk menyetrika," kata George. "Tapi yang kami
punya hanyalah hantu konyol di loteng dan jembalang
yang berkeliaran di kebun. Peri-rumah adanya di
rumah-rumah besar, kastil, dan tempat-tempat seperti
itu. Kau tak akan menemukannya di rumah kami...."
Harry diam. Melihat fakta bahwa Draco Malfoy
biasanya memiliki segala sesuatu yang paling baik,
keluarganya pastilah bergelimang uang sihir. Dia bisa
membayangkan Malfoy berkeliaran di rumah besar.
Mengirim pelayan rumah untuk mencegah Harry kembali
ke Hogwarts kelihatannya juga jenis hal yang
akan dilakukan Malfoy. Bodohkah Harry menanggapi
Dobby secara serius?
"Tapi aku senang kami datang mengambilmu," kata
Ron. "Aku cemas sekali ketika kau tidak membalas
satu pun suratku. Mulanya kukira Errol yang salah..."
"Siapa Errol?"
"Burung hantu kami. Dia sudah tua sekali. Bukan
untuk pertama kalinya dia pingsan waktu mengantar
surat. Jadi kemudian kucoba meminjam Hermes..."
"Siapa?"
"Burung hantu yang Mum dan Dad belikan untuk
Percy ketika dia diangkat jadi Prefek," kata Fred dari
tempat duduk depan.
"Tapi Percy tak mau meminjamkannya padaku,"
kata Ron. "Katanya dia sendiri memerlukannya."
"Tingkah Percy aneh sekali sepanjang musim panas
ini," kata George, dahinya berkerut. "Dia mengirim
banyak surat dan melewatkan banyak waktu mengurung
diri dalam kamarnya... Maksudku, berapa kali
sih kita perlu menggosok lencana Prefek? Kau menyetir
terlalu ke barat, Fred," katanya menambahkan, menunjuk
kompas di dasbor. Fred memutar roda kemudi.
"Apakah ayah kalian tahu kalian membawa mobil
ini?" tanya Harry, sudah menduga jawabannya.
"Eh, tidak," kata Ron, "dia harus bekerja malam ini.
Mudah-mudahan kita bisa mengembalikannya ke
garasi sebelum Mum menyadari kita menerbangkannya."
"Apa sih pekerjaan ayah kalian di Kementerian
Sihir?"
"Dia bekerja di departemen paling membosankan,"
kata Ron. "Kantor Penyalahgunaan Barang-barang
Muggle."
"Apa?"
"Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
menyihir barang-barang buatan Muggle. Soalnya siapa
tahu barang itu nantinya kembali ke toko atau rumah
Muggle. Seperti tahun lalu, ada penyihir tua wanita
meninggal dan peralatan minum tehnya dijual ke
toko barang antik. Ada Muggle perempuan yang membelinya,
membawanya pulang, dan menjamu temannya
dengan peralatan ini. Benar-benar kacau-balau—
selama berminggu-minggu Dad harus kerja lembur."
"Apa yang terjadi?"
"Teko tehnya ngamuk dan menyemburkan teh mendidih
ke seluruh ruangan, dan seorang laki-laki harus
dibawa ke rumah sakit dengan penjepit gula menjepit
hidungnya. Dad panik. Cuma ada dia dan satu penyihir
tua bernama Perkins di kantor. Mereka harus
menggunakan Jimat Memori dan segala macam mantra
lainnya untuk menutupi peristiwa ini..."
"Tetapi ayahmu... mobil ini..."
Fred tertawa. "Yeah, Dad tergila-gila pada segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan Muggle. Gudang
kami penuh dengan barang-barang Muggle. Dia
membongkarnya, memantrainya, dan merakitnya kembali.
Kalau dia merazia rumah kami sendiri, dia pasti
harus langsung menangkap dirinya sendiri. Mum sampai
kesal."
"Itu jalan utamanya," kata George menyipitkan
mata, memandang ke bawah melalui kaca depan.
"Sepuluh menit lagi kita sampai... untunglah, sudah
mulai terang...."
Semburat pucat kemerahan sudah mulai tampak di
ufuk timur.
Fred menurunkan mobilnya dan Harry melihat
petak-petak ladang dan gerumbul-gerumbul pohon
yang gelap.
"Kita sudah hampir sampai di tepi desa," kata
George. "Ottery St Catchpole..."
Mobil terbang itu semakin lama semakin rendah.
Tepi lingkaran matahari yang merah jingga sekarang
berkilau di antara pepohonan.
"Pendaratan!" kata Fred, ketika dengan entakan kecil
mereka menyentuh tanah. Mereka mendarat di sebelah
garasi yang hampir roboh di halaman kecil itu, dan
Harry untuk pertama kalinya melihat rumah Ron.
Tampaknya dulunya rumah ini kandang babi besar,
tetapi kamar-kamar ekstra sudah ditambahkan di sanasini
sampai rumah ini menjadi beberapa tingkat dan
miring sekali, sehingga seolah rumah ini masih bertahan
berdiri karena disihir (yang, Harry mengingatkan
dirinya, mungkin memang benar). Empat atau
lima cerobong asap bertengger di atas atap merahnya.
Papan miring yang ditancapkan di tanah dekat pintu
masuk bertulisan "The Burrow"—Liang. Di sekeliling
pintu depan bertebaran sepatu bot dan kuali yang
sudah sangat berkarat. Beberapa ayam cokelat gemuk
sedang mematuk-matuk di halaman.
"Tidak seberapa," kata Ron.
"Ini hebat," kata Harry riang, teringat Privet Drive.
Mereka turun dari mobil.
"Nah, kita ke atas diam-diam," kata Fred, "dan
tunggu sampai Mum memanggil kita untuk sarapan.
Kemudian, Ron, kau turun sambil bilang, 'Mum, coba
lihat siapa yang muncul semalam!' Mum akan senang
sekali melihat Harry, dan tak seorang pun perlu tahu
kita menerbangkan mobil."
"Betul," kata Ron. "Ayo, Harry, aku tidur di..."
Wajah Ron berubah pucat, matanya terpaku ke
rumah. Yang lain segera berbalik.
Mrs Weasley berjalan tegap menyeberangi halaman,
membuat ayam-ayam menyebar. Untuk wanita pendek,
gemuk, berwajah ramah, mengherankan sekali
betapa miripnya dia dengan harimau bergigi pedang
sekarang.
"Ah," kata Fred.
"Oh," kata George.
Mrs Weasley berhenti di depan mereka, tangannya
di pinggul, memandang bergantian wajah-wajah bersalah
itu. Dia memakai celemek berbunga-bunga dengan
tongkat mencuat keluar dari sakunya.
"Jadi," katanya.
"Pagi, Mum," kata George, dengan suara yang dianggapnya
riang membujuk.
"Tahukah kalian betapa cemasnya aku?" kata Mrs
Weasley dalam bisikan maut.
"Maaf, Mum, tapi soalnya, kami harus..."
Ketiga anak Mrs Weasley lebih tinggi daripadanya,
tetapi mereka mengerut ketika kemarahannya meledak.
"Tempat tidur kosong! Tak ada pesan! Mobil lenyap...
bisa tabrakan... gila rasanya aku saking cemasnya... apa
kalian pedulil... belum pernah, seumur hidupku... tunggu
sampai ayah kalian pulang, kami tak pernah dapat kesulitan
begini dari Bill atau Charlie atau Percy..."
"Prefek Percy yang sempurna," gumam Fred.
"KAU SEHARUSNYA MENCONTOH PERCY!" teriak
Mrs Weasley, menusukkan jari ke dada Fred. "Kau
bisa mati, kau bisa kelihatan, kau bisa membuat ayahmu
kehilangan pekerjaannya..."
Kemarahan Mrs Weasley rasanya berlangsung berjam-
jam. Dia berteriak-teriak sampai serak, sebelum
menoleh pada Harry, yang mundur menjauh.
"Aku senang sekali bertemu kau, Nak," katanya.
"Mari masuk dan sarapan."
Mrs Weasley berbalik dan berjalan kembali ke dalam
rumah, sedangkan Harry—setelah dengan gugup melirik
Ron, yang mengangguk membesarkan hatinya—
mengikutinya.
Dapurnya kecil dan agak penuh sesak. Ada meja
kayu dan kursi-kursi di tengahnya dan Harry duduk
di tepi tempat duduknya, memandang berkeliling.
Dia belum pernah berada dalam rumah penyihir.
Jam di dinding di depannya cuma punya satu
jarum dan sama sekali tak ada angkanya. Mengitari
tepinya ada tulisan-tulisan seperti "Waktu membuat
teh", "Waktu memberi makan ayam-ayam", dan "Kau
terlambat". Buku-buku ditumpuk tiga-tiga di atas rak
perapian, buku-buku dengan judul seperti Sihir Sendiri
Kejumu, Jampi-jampi dalam Memanggang, dan Sajian
dalam Semenit—Sungguh Ajaib! Dan kecuali telinga
Harry mengelabuinya, radio tua di sebelah tempat
cuci piring baru saja mengumumkan bahwa acara
berikutnya adalah "Jam Sihir, dengan penyanyi penyihir
wanita terkenal, Celestina Warbeck."
Mrs Weasley mondar-mandir dengan berisik, menyiapkan
sarapan dengan agak serampangan, memandang
sebal anak-anaknya sementara dia melemparkan
sosis ke dalam wajan. Sekali-sekali dia menggumamkan
kalimat seperti, "Tak tahu apa yang ada di pikiran
kalian," dan "Tak akan pernah mempercayainya."
"Aku tidak menyalahkanmu, Nak," katanya meyakinkan
Harry, menuang delapan atau sembilan sosis ke
dalam piringnya. "Arthur dan aku mencemaskanmu
juga. Baru semalam kami katakan kami sendiri akan
da tang menjemputmu kalau sampai hari Jumat kau
tidak membalas surat Ron. Tapi sungguh kelewatan,"
(sekarang dia menambahkan tiga telur goreng ke
piling Harry), "menerbangkan mobil ilegal, menyeberang
separo negeri—bisa kelihatan siapa saja...."
Dia menjentikkan tongkatnya sambil lalu ke perabot
di tempat cuci piring yang langsung mulai mencuci
sendiri, berdentang-denting lembut di latar belakang.
"Langit mendung, Mum!" kata Fred.
"Jangan bicara waktu makan!" bentak Mrs Weasley.
"Mereka membuatnya kelaparan, Mum!" kata George.
"Dan kau juga!" kata Mrs Weasley, tetapi ekspresi
wajahnya lebih lembut ketika dia mulai mengiris roti
untuk Harry dan mengolesinya dengan mentega.
Pada saat itu sesosok tubuh kecil berambut merah—
memakai gaun tidur panjang—muncul di pintu, mengalihkan
perhatian semua orang. Sosok itu menjerit
kecil, dan berlari keluar lagi.
"Ginny," kata Ron pelan kepada Harry. "Adikku. Dia
ngomong tentang kau terus sepanjang musim panas."
"Yeah, dia mau minta tanda tanganmu, Harry,"
Fred nyengir, tetapi dia menangkap pandangan ibunya
dan segera menundukkan wajah di atas piringnya,
tanpa berkata apa-apa lagi. Tak ada lagi yang dibicarakan
sampai keempat piring bersih, dalam waktu
yang singkat sekali.
"Ya ampun, aku capek," Fred menguap, akhirnya
meletakkan pisau dan garpunya. "Aku mau tidur
dan..."
"Tidak boleh," potong Mrs Weasley. "Salahmu sendiri
kau tidak tidur semalaman. Kau akan membersihkan
jembalang di kebun untukku, mereka sudah tak terkontrol
lagi."
"Oh, Mum..."
"Dan kalian berdua juga," katanya mendelik pada
Ron dan Fred. "Kau boleh tidur, Nak," katanya menambahkan
kepada Harry. "Kau tidak meminta mfteka
menerbangkan mobil brengsek itu."
Tetapi Harry yang sama sekali tidak mengantuk,
buru-buru berkata, "Saya akan membantu Ron. Saya
belum pernah melihat pembersihan jembalang..."
"Kau baik sekali, Nak, tapi itu pekerjaan membosankan,"
kata Mrs Weasley. "Coba kita lihat dulu
apa kata Lockhart tentang masalah ini."
Dan dia menarik sebuah buku berat dari tumpukan
di atas rak perapian. George mengerang.
"Mum, kami sudah tahu bagaimana membersihkan
kebun dari jembalang."
Harry memandang sampul buku Mrs Weasley.
Judulnya ditulis dengan huruf-huruf emas indah:
Penuntun Penanganan Hama Rumah Gilderoy Lockhart.
Di sampul itu terpampang foto besar penyihir yang
amat tampan, dengan rambut pirang berombak dan
mata biru cerah. Seperti biasanya di dunia sihir, foto
itu bergerak-gerak. Si penyihir, yang Harry duga adalah
Gilderoy Lockhart, tak henti-hentinya mengedip
nakal kepada mereka semua. Mrs Weasley menunduk
tersenyum kepadanya.
"Oh, dia hebat sekali," katanya, "dia tahu betul tentang
hama-hama rumah. Ini buku yang bagus sekali...."
"Mum naksir dia," kata Fred dalam bisikan yang
sangat jelas.
"Jangan ngaco, Fred," kata Mrs Weasley, pipinya
merona merah jambu. "Baiklah, kalau kalian merasa
lebih tahu dari Lockhart, kalian boleh keluar dan
langsung mulai. Awas, kalau sampai masih ada satu
saja jembalang di kebun waktu aku memeriksanya
nanti."
Menguap dan menggerutu, Ron dan kedua kakaknya
berjalan ogah-ogahan keluar, diikuti Harry. Kebun
mereka luas, dan dalam pandangan Harry, begitulah
seharusnya kebun. Keluarga Dursley tidak akan menyukainya—
ada banyak ilalang, rumputnya perlu dipotong—
tetapi ada pohon-pohon yang batangnya berbonggol-
bonggol di sekeliling tembok, tanamantanaman
yang belum pernah dilihat Harry melimpah
dengan lebatnya dari setiap petak bunga, dan ada
kolam besar penuh kodok.
"Muggle juga punya jembalang kebun lho," Harry
memberitahu Ron ketika mereka menyeberang ke
kebun.
"Yeah, aku sudah melihat apa yang mereka sebut
jembalang," kata Ron, membungkuk dengan kepala
tenggelam di semak bunga peoni. "Seperti Santa Claus
gemuk membawa tangkai pancing...."
Terdengar bunyi baku hantam seru, semak peoni
bergetar, dan Ron menegakkan diri. "Ini jembalang,"
katanya suram.
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" jerit si jembalang.
Makhluk itu sama sekali tidak seperti Santa Claus,
melainkan bertubuh kecil, kulitnya kasar, dengan
kepala besar botak menonjol persis kentang. Ron memegangnya
agak jauh, sementara si jembalang menendang-
nendangnya dengan kakinya yang kecil bertanduk.
Ron mencengkeram pergelangan kakinya dan
menjungkirkannya.
"Ini yang harus kaulakukan," katanya. Ron
mengangkat si jembalang ke atas kepalanya ("Lepaskan
aku!") lalu mulai memutar-mutarnya dalam lingkaran
besar seperti laso. Melihat kekagetan di wajah
Harry, Ron menambahkan, "Ini tidak melukai mereka—
kau cuma harus membuatnya benar-benar pusing,
supaya mereka tidak bisa menemukan jalan pulang
ke lubang jembalangnya."
Dilepasnya kaki si jembalang dan jembalang itu
melayang enam meter ke atas dan jatuh di padang di
seberang pagar.
"Payah," kata Fred. "Aku pasti bisa melempar jembalangku
sampai melewati tunggul itu."
Harry belajar dengan cepat untuk tidak merasa
terlalu kasihan kepada si jembalang. Dia memutuskan
untuk menjatuhkan saja jembalang pertama yang ditangkapnya
ke balik pagar. Tetapi si jembalang, yang
bisa merasakan kelemahan, menancapkan gigi-giginya
yang setajam silet ke jari Harry dan Harry dengan
susah payah mengibaskannya sampai...
"Wow, Harry—pasti ada lima belas meter tuh..."
Segera saja udara dipenuhi jembalang yang
beterbangan.
"Lihat, kan, mereka tidak terlalu pintar," kata
George, menyambar lima atau enam jembalang sekaligus.
"Begitu mereka tahu pembersihan jembalang
dimulai, mereka malah keluar untuk melihat. Mestinya
kan malah ngumpet."
Tak lama kemudian gerombolan jembalang di padang
mulai melangkah lesu, menjauh.
"Mereka akan kemibali," kata Ron, ketika mereka
mengawasi para jembalang menghilang ke balik pagar
di sisi lain padang. "Mereka senang di sini... Dad
terlalu lunak terhadap mereka, dia menganggap mereka
lucu..."
Saat itu terdengar pintu depan terbanting.
"Dia pulang!" kata George. "Dad pulang!"
Mereka bergegas menyeberangi kebun, kembali ke
rumah.
Mr Weasley duduk lesu di kursi dapur dengan
kacamata dilepas. Dia kurus, hampir botak, tetapi sisa
rambut yang masih ada sama merahnya dengan rambut
anak-anaknya. Dia memakai jubah hijau panjang
yang berdebu dan kelihatan habis dipakai bepergian.
"Bukan main semalam," gumamnya, meraih teko
teh sementara mereka duduk mengelilinginya. "Sembilan
penyerbuan. Sembilan! Dan si Mundungus
Fletcher mencoba menyihirku ketika aku berbalik..."
Mr Weasley meneguk tehnya dan menghela napas.
"Ada yang ditemukan, Dad?" tanya Fred bersemangat.
"Yang kudapat hanyalah beberapa kunci pintu yang
mengerut dan ceret yang menggigit," kata Mr Weasley
menguap. "Tapi ada barang-barang kotor yang bukan
bagian departemenku. Mortlake dibawa pergi gara-
gara mempertanyakan beberapa binatang sejenis musang
yang sudah tua sekali, tapi itu tugas Komite
Jimat Eksperimental, untungnya..."
"Untuk apa orang membuat kunci mengerut?" tanya
George.
"Cuma untuk memancing Muggle," keluh Mr
Weasley. "Jual kepada mereka kunci yang terus mengerut
sampai akhirnya menghilang, sehingga mereka
tidak bisa menemukannya sewaktu memerlukannya...
Tentu saja, susah sekali meyakinkan orang, karena
tak ada Muggle yang mau mengakui kunci mereka
mengerut makin lama makin kecil—mereka akan ngotot
mengatakan mereka lagi-lagi kehilangan kunci.
Untung saja, para Muggle ini akan berusaha dengan
segala macam cara untuk mengabaikan kejadian gaib,
bahkan kalau itu terjadi di depari mereka... tapi
barang-barang yang telah diambil bangsa kita untuk
disihir, kalian tidak akan percaya..."
"SEPERTI MOBIL, MISALNYA?"
Mrs Weasley telah muncul, membawa penyodok
panjang seperti memegang pedang. Mata Mr Weasley
langsung terbuka lebar. Dia memandang istrinya dengan
perasaan bersalah.
"Mo-mobil, Molly sayang?"
"Ya, Arthur, mobil," kata Mrs Weasley, matanya
berkilat. "Bayangkan, penyihir yang membeli mobil
tua karatan dan memberitahu istrinya yang ingin
dilakukannya dengan mobil itu hanyalah membongkarnya
untuk mengetahui bagaimana cara kerjanya,
padahal ternyata dia menyihir mobil itu agar bisa
terbang."
Mr Weasley mengejapkan mata.
"Yah, Sayang, kurasa dia tidak melanggar hukum
karena melakukan itu, bahkan jika, eh, dia mungkin
seharusnya, lebih baik, uhm, memberitahu istrinyn
yang sebenarnya... Selalu ada peluang untuk lolos
dalam peraturan, kau akan tahu... sejauh dia tidak
bermaksud menerbangkan mobil itu. Fakta bahwa mobil
itu bisa terbang tidak akan..."
"Arthur Weasley, kau mengatur agar ada peluang
lolos ketika kau menulis peraturan itu!" teriak Mrs
Weasley. "Hanya supaya kau bisa terus bermain-main
dengan semua rongsokan Muggle di garasimu itu!
Dan supaya kau tahu, Harry tiba pagi ini dengan
mobil yang tidak akan kauterbangkan itu!"
"Harry?" ujar Mr Weasley bingung. "Harry siapa?"
Dia memandang berkeliling, melihat Harry, dan terlonjak.
"Astaga, Harry Pptter-kah? Senang sekali bertemu
kau, Ron sudah cerita banyak tentang..."
"Anak-anakmu menerbangkan mobil itu ke rumah
Harry dan kembali lagi ke sini tadi pagi!" teriak Mrs
Weasley. "Apa komentarmu tentang itu, eh?"
"Betulkah kalian menerbangkannya?" tanya Mr
Weasley bersemangat. "Apakah bisa terbang lancar?
Mak-maksudku," dia terbata-bata, ketika kilat kemarahan
terpancar dari mata Mrs Weasley, "kalian
lancang, anak-anak—lancang sekali..."
"Kita tinggalkan mereka," gumam Ron kepada
Harry, ketika Mrs Weasley siap meledak. "Ayo, kutunjukkan
kamarku."
Mereka menyelinap keluar dari dapur dan menuruni
lorong sempit sampai ke tangga yang tidak rata, yang
berzig-zag sampai ke atas. Pada bordes ketiga, ada
pintu yang sedikit terbuka. Harry sempat melihat
sepasang mata cokelat cemerlang sebelum pintu itu
menutup dengan keras.
"Itu Ginny," kata Ron. "Kau tak tahu, betapa anehnya
bagi dia menjadi pemalu begini. Biasanya mulutnya
tak pernah berhenti mengoceh..."
Mereka menaiki dua tangga lagi sampai tiba di
pintu yang catnya mengelupas dan ada papan kecil
bertulisan "Kamar Ronald".
Harry masuk, kepalanya nyaris menyentuh atap
yang miring. Dia mengejap. Rasanya seperti masuk
perapian: segala sesuatu dalam kamar Ron bernuafisa
jingga terang: seprai, dinding, bahkan langit-langitnya.
Kemudian Harry menyadari bahwa Ron telah menutup
hampir setiap senti dinding kamarnya yang
kusam dengan poster tujuh penyihir pria dan wanita
yang sama, semuanya memakai jubah jingga cemerlang,
membawa sapu, dan melambai-lambai dengan
bersemangat.
"Tim Quidditch-mu?" tanya Harry.
"Chudley Cannons," kata Ron, menunjuk seprai
jingganya, yang dihiasi dua huruf C raksasa berwarna
hitam dan peluru meriam yang sedang meluncur.
"Peringkat kesembilan-di liga."
Buku-buku sihir Ron ditumpuk sembarangan di
satu sudut, di sebelah setumpuk komik yang semuanya
tampaknya mengisahkan Petualangan Martin Miggs,
si Muggle Gila. Tongkat sihir Ron tergeletak di atas
tangki ikan penuh telur kodok di ambang jendela, di
sebelah tikus gemuknya, Scabbers, yang sedang
tiduran di sepetak sinar matahari.
Harry melangkahi satu pak kartu Mengocok-Sendiri
di lantai dan melongok ke luar dari jendela yang
kecil mungil. Di padang jauh di bawah, dia bisa
melihat serombongan jembalang menyelinap lewat
pagar tanaman, satu demi satu kembali ke kebun
keluarga Weasley. Kemudian dia menoleh memandang
Ron, yang menatapnya dengan gelisah, seakan menunggu
komentarnya.
"Kamarnya agak kecil," kata Ron cepat-cepat. "Tidak
seperti kamarmu di rumah Muggle. Dan persis di
bawah tempat si hantu loteng. Dia selalu memukulmukul
pipa dan mengerang-erang..."
Tetapi Harry nyengir lebar sambil berkata, "Ini rumah
paling hebat yang pernah kudatangi."
Telinga Ron langsung merah.

Bab 4 Di Flourish And Blotts
HIDUP di The Burrow sama sekali berbeda dengan
hidup di Privet Drive. Keluarga Dursley menghendaki
segalanya rapi dan teratur; rumah keluarga Weasley
penuh dengan hal-hal aneh dan tak terduga. Harry
kaget sekali ketika pertama kali dia melihat ke dalam
cermin di atas tungku di dapur dan cermin itu berteriak,
"Masukkan kemejamu, yang rapi!" Hantu di loteng
melolong dan menjatuhkan pipa setiap kali dia merasa
suasana terlalu sepi, dan ledakan-ledakan kecil dari
kamar Fred dan George dianggap normal. Meskipun
demikian, yang bagi Harry luar biasa tentang hidup
di rumah keluarga Ron bukanlah cermin yang bisa
bicara ataupun si hantu bising, melainkan kenyataan
bahwa semua orang di rumah itu tampaknya menyukainya.
Mrs Weasley meributkan kaus kaki Harry dan berusaha
memaksanya tambah tiga kali setiap makan.
Mr Weasley ingin Harry duduk di sebelahnya di meja
makan, supaya dia bisa membombardirnya dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang hidup bersama
Muggle, memintanya menjelaskan bagaimana
bekerjanya hal-hal seperti steker listrik atau sistem
pos.
"Mengagumkan!" katanya setelah Harry menjelaskan
bagaimana menggunakan telepon. "Cerdik betul, berapa
banyak cara yang telah ditemukan Muggle untuk bisa
hidup tanpa sihir."
Harry mendapat berita dari Hogwarts pada suatu
pagi yang cerah kira-kira seminggu setelah dia tiba di
The Burrow. Ketika dia dan Ron turun untuk sarapan,
Mr dan Mrs Weasley serta Ginny sudah duduk di
meja dapur. Begitu melihat Harry, Ginny tak sengaja
menjatuhkan mangkuk buburnya ke lantai, menimbulkan
bunyi berkelontang yang keras. Ginny kelihatannya
jadi sangat mudah menjatuhkan barang-barang
setiap kali Harry memasuki ruangan. Dia menyusup
ke bawah meja untuk mengambil mangkuknya dan
muncul lagi dengan wajah berpendar merah seperti
matahari yang sedang terbenam. Berpura-pura tidak
melihat semua ini, Harry duduk dan mengambil roti
panggang yang ditawarkan Mrs Weasley.
"Surat dari sekolah," kata Mr Weasley, menyerahkan
amplop perkamen kekuningan yang sama kepada
Harry dan Ron, yang alamatnya ditulis dengan tinta
hijau. "Dumbledore sudah tahu kau di sini, Harry—
orang itu tahu segalanya. Kalian berdua dapat surat
juga," katanya menambahkan, ketika Fred dan George
muncul, masih memakai piama.
Selama beberapa menit suasana sunyi ketika mereka
semua membaca surat mereka. Surat Harry memberitahunya
agar naik Hogwarts Express seperti biasanya
dari Stasiun King's Cross pada tanggal 1 September.
Juga ada daftar buku-buku baru yang diperlukannya
untuk tahun ajaran berikutnya.
Murid kelas dua membutuhkan:
Kitab Mantra Standar, Tingkat 2
oleh Miranda Goshawk
Duel dengan Dracula oleh Gilderoy Lockhart
Gaul dengan Goblin oleh Gilderoy Lockhart
Heboh dengan Hantu oleh Gilderoy Lockhart
Tamasya dengan Troll oleh Gilderoy Lockhart
Vakansi dengan Vampir oleh Gilderoy Lockhart
Mengembara dengan Manusia Serigala
oleh Gilderoy Lockhart
Yakin dengan Yeti oleh Gilderoy Lockhart
Fred, yang sudah selesai membaca daftarnya sendiri,
melongok daftar Harry.
"Kau disuruh beli semua buku Lockhart juga!" katanya.
"Guru baru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam
pastilah fansnya—taruhan, pasti penyihir wanita."
Setelah berkata begitu, tertatap olehnya mata ibunya
dan Fred cepat-cepat menyibukkan diri dengan selai.
"Buku-buku itu tidak murah," kata George, sekilas
memandang orangtuanya. "Buku-buku Lockhart benarbenar
mahal...."
"Bisa kita beli," kata Mrs Weasley, tetapi dia kelihatan
cemas, "Kurasa kita bisa membeli banyak keperluan
Ginny dari yang bekas-pakai."
"Oh, kau sudah masuk Hogwarts tahun ini?" Harry
bertanya kepada Ginny.
Ginny mengangguk, rona merah menjalar sampai
ke akar rambutnya yang merah manyala, dan sikunya
masuk ke mangkuk mentega. Untunglah tak seorang
pun melihat kecuali Harry, karena tepat saat itu,
kakak Ron yang nomor tiga, Percy, masuk. Dia sudah
berpakaian, lencana Prefek Hogwarts-nya disematkan
ke baju rajutannya.
"Selamat pagi, semua!" kata Percy cepat. "Hari yang
indah."
Dia duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, tetapi
langsung melompat berdiri lagi, menarik dari bawahnya
kemoceng yang bulu abu-abunya sudah lusuh—
paling tidak semula Harry menyangka itu kemoceng,
sampai dilihatnya kemoceng itu bernapas.
"Errol!" kata Ron, mengambil burung hantu yang
lemas itu dari tangan Percy dan menarik keluar sepucuk
surat dari balik sayapnya. "Akhirnya—dia membawa
balasan Hermione. Aku menulis padanya, memberitahu
kami akan mencoba membebaskanmu dari
keluarga Dursley."
Ron membawa Errol ke tempat hinggap di dekat
pintu belakang dan mencoba menenggerkannya di
situ, tetapi Errol langsung terpuruk lagi. Akhirnya
Ron membaringkannya di atas papan pengering, seraya
bergumam, "Kasihan." Kemudian dirobeknya
sampul surat Hermione dan dibacanya suratnya keraskeras:
Halo Ron, dan Harry kalau kau ada,
Kuharap segalanya berjalan lancar dan Harry baikbaik
saja dan kau tidak melakukan sesuatu yang melanggar
hukum untuk membebaskannya, Ron, karena
itu akan menyulitkan Harry juga. Aku cemas 'sekali
dan kalau Harry tak apa-apa, tolong segera beritahu
aku, tapi mungkin lebih baik kaugunakan burung
hantu yang lain, karena kalau sekali lagi disuruh
mengirim surat, kurasa burung hantu yang ini lewat
deh.
Aku sibuk sekali belajar, tentu saja—"Bagaimana
mungkin?" kata Ron ngeri. "Kita kan sedang
libur!"—dan kami akan ke London Rabu depan untuk
membeli buku-buku baruku. Bagaimana kalau kita bertemu
di Diagon Alley?
Beritahu aku apa yang terjadi begitu kau sempat.
Salam hangat dari Hermione.
"Wah, kita bisa sekalian pergi dan membeli semua
kebutuhan kalian kalau begitu," kata Mrs Weasley,
mulai membereskan meja. "Apa yang akan kalian
lakukan hari ini?"
Harry, Ron, Fred, dan George sudah merencanakan
akan ke lapangan terbuka kecil milik keluarga Weasley.
Tempat itu dikelilingi pepohonan sehingga tidak kelihatan
dari desa di bawah. Itu berarti mereka bisa
berlatih Quidditch di sana, asal mereka tidak terbang
terlalu tinggi. Mereka tidak bisa memakai bola
Quidditch yang sesungguhnya, karena akan sulit men-
jelaskannya kalau bola itu lolos dan terbang di atas
desa. Sebagai gantinya mereka saling melempar apel
untuk ditangkap. Mereka bergiliran menaiki Nimbus
Dua Ribu Harry, sapu yang sangat hebat. Sapu tua
Ron, Bintang Jatuh, sering sekali didului kupu-kupu
yang lewat.
Lima menit kemudian mereka mendaki bukit, dengan
sapu di atas bahu. Mereka sudah menanyai
Percy kalau-kalau dia mau ikut, tetapi Percy mengatakan
dia sibuk. Sejauh ini Harry cuma bertemu Percy
pada waktu makan. Dia berkurung terus di kamarnya.
"Pingin tahu deh dia sebetulnya ngapain," kata
Fred sambil mengerutkan kening. "Tidak biasanya dia
begitu. Hasil ujiannya keluar sehari sebelum hasil
kalian diumumkan. Dua belas OWL dan dia nyaris
tidak kelihatan senang."
"Ordinary Wizarding Levels—Level Sihir Umum,"
George menjelaskan, melihat wajah kebingungan
Harry. "Bill dapat dua belas juga. Kalau tidak hatihati,
kita akan punya Ketua Murid satu lagi dalam
keluarga. Malu betul kita."
Bill adalah putra sulung keluarga Weasley. Dia
dan adiknya, Charlie, sudah lulus dari Hogwarts.
Harry belum pernah bertemu mereka berdua, tetapi
dia tahu Charlie ada di Rumania, mempelajari naga,
dan Bill di Mesir bekerja untuk bank penyihir,
Gringotts.
"Entah bagaimana Mum dan Dad akan bisa membelikan
semua keperluan sekolah kita tahun ini," kata
George setelah diam sesaat. "Lima set buku-buku
Lockhart! Dan Ginny perlu jubah dan tongkat dan
macam-macam lagi...."
Harry diam saja Dia merasa agak tidak enak. Tersimpan
di dalam ruangan besi bawah tanah di
Gringotts di London, ada sejumlah harta peninggalan
orangtuanya. Tentu saja, hanya di dunia sihir dia
punya uang. Kau tidak bisa menggunakan Galleon,
Sickle, dan Knut di toko Muggle. Dia tak pernah
menyebut-nyebut simpanannya di Gringotts kepada
keluarga Dursley. Dia memperkirakan penolakan
mereka terhadap segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan sihir tidak mencakup setumpuk besar
emas.
Mrs Weasley membangunkan mereka semua pagipagi
Rabu berikutnya. Setelah dengan cepat melahap
sarapan berupa enam sandwich daging asap untuk
masing-masing, mereka memakai mantel dan Mrs
Weasley mengambil vas bunga dari rak di atas tungku
dapur, lalu mengintip ke dalamnya.
"Sudah hampir habis, Arthur," katanya menghela
napas. "Kita harus beli lagi hari ini... ah, tamu lebih
dulu! Kau duluan, Harry!"
Dan dia menyodorkan vas itu kepada Harry.
Harry bingung memandang mereka semua mengawasinya.
"A-apa yang harus kulakukan?" katanya tergagap.

"Dia belum pernah bepergian dengan bubuk Floo,"
kata Ron tiba-tiba. "Sori, Harry, aku lupa."
"Belum pernah?" kata Mr Weasley. "Jadi bagaimana
kau sampai di Diagon Alley untuk membeli keperluan
sekolahmu tahun lalu?"
"Aku naik kereta bawah tanah..."
"Oh ya?" kata Mr Weasley ingin tahu. "Apa ada
eskapator? Bagaimana caranya..."
"Tidak sekarang, Arthur," kata Mrs Weasley. "Bubuk
Floo jauh lebih cepat, Nak, tapi entahlah, kalau kau
belum pernah..."
"Tidak apa-apa, Mum," kata Fred. "Harry, lihat kami
dulu."
Fred mengambil sejumput bubuk berkilau dari vas
bunga, melangkah ke perapian dan menaburkan bubuk
itu ke nyala api.
Dengan deru keras api berubah menjadi hijau
zamrud dan menjulang lebih tinggi dari Fred, yang
melangkah ke dalamnya sambil berteriak, "Diagon
Alley!" dan langsung menghilang.
"Ngomongnya harus jelas, Nak," Mrs Weasley memberitahu
Harry, ketika George memasukkan tangan
ke dalam vas. "Dan keluarnya harus di perapian
yang benar..."
"Di mana?" tanya Harry gugup, ketika api menderu
dan melenyapkan George dari pandangan juga.
"Yah, ada banyak perapian penyihir yang bisa dipilih,
kan, tapi asal kau ngomongnya jelas..."
"Dia akan baik-baik saja Molly, jangan terlalu
cemas," kata Mr Weasley, sambil menjumput bubuk
Floo juga.
"Tapi, kalau dia tersesat, bagaimana kita harus menjelaskan
kepada bibi dan pamannya?"
"Mereka tidak akan keberatan," Harry menenangkannya.
"Dudley akan menganggapnya lucu sekali
kalau aku tersesat di cerobong asap. Jangan khawatir."
"Baiklah... kalau begitu... kau berangkat sesudah
Arthur," kata Mrs Weasley "Setelah masuk perapian,
katakan ke mana tujuanmu..."
"Dan rapatkan sikumu," Ron menasihati.
"Dan pejamkan matamu," kata Mrs Weasley. "Angusnya..."
"Jangan gelisah dan bergerak-gerak," kata Ron.
"Nanti kau bisa jatuh ke perapian yang salah..."
"Tapi jangan panik dan buru-buru keluar juga. Tunggu
sampai kau melihat Fred dan George."
Sambil berusaha keras mengingat semua ini, Harry
mengambil sejumput bubuk Floo dan berjalan ke perapian.
Dia menarik napas dalam-dalam, menaburkan
bubuk ke nyala api dan melangkah masuk. Apinya
terasa bagai angin hangat. Harry membuka mulut
dan langsung tertelan olehnya banyak abu panas.
"D-dia-gon Alley," katanya terbatuk.
Rasanya seakan Harry tersedot lubang yang besar
sekali. Dia seperti berpusar sangat cepat... deru keras
memekakkan telinganya... dia berusaha agar matanya
tetap terbuka, tetapi pusaran api hijau membuatnya
pusing... sesuatu yang keras menyodok sikunya dan
Harry segera merapatkannya ke tubuhnva, masih terus
berpusar, terus... sekarang rasanya ada tangan-tangan
dingin menampar mukanya... mengintip lewat kacamatanya,
dilihatnya samar-samar serangkaian perapian
dan sekilas-sekilas tampak ruangan di baliknya...
sandwich daging asapnya bergolak di dalam perutnya...
Dia memejamkan lagi matanya, berharap pusaran ini
segera berhenti, dan kemudian—Harry jatuh terjerembap
di lantai batu yang dingin dan kacamatanya
pecah.
Pusing dan memar, berlumur angus, Harry dengan
amat hati-hati bangun, memegangi kacamata ke depan
matanya. Dia sendirian, tetapi di mana dia, dia sama
sekali tak tahu. Yang dia tahu hanyalah dia berdiri di
perapian baru, di tempat yang kelihatannya toko sihir
besar dengan penerangan remang-remang—tetapi tak
satu pun barang-barang yang dijual di sini akan masuk
dalam daftar sekolah Hogwarts.
Sebuah kotak kaca di dekat Harry berisi tangan
keriput di atas bantal, satu pak kartu bernoda darah,
dan sebuah mata kaca mendelik. Topeng-topeng menyeramkan
menyeringai dari dinding, tulang-tulang
manusia berbagai bentuk dan ukuran bertebaran di
meja pajang, dan peralatan berpaku tajam berkarat
bergantungan dari langit-langit. Yang lebih parah lagi,
jalan sempit yang bisa dilihat Harry lewat kaca toko
yang berdebu jelas bukan Diagon Alley.
Lebih cepat dia meninggalkan tempat ini lebih baik.
Dengan hidung masih perih gara-gara jatuh menghantam
lantai perapian tadi, Harry berjalan cepat
tanpa suara menuju pintu. Tetapi belum lagi separo
jalan, dua orang muncul di balik kaca—dan salah
satunya orang terakhir yang ingin ditemui Harry saat
dia sedang tersesat, berlumur angus, dan kacamatanya
pecah: Draco Malfoy.
Harry cepat-cepat memandang berkeliling dan melihat
lemari besar hitam di sebelah kirinya. Dia melesat
masuk dan menarik pintunya, sampai tinggal celah
sedikit untuk mengintip. Beberapa detik kemudian
bel berdentang dan Malfoy masuk ke dalam toko.
Laki-laki yang masuk di belakangnya pastilah ayahnya.
Wajahnya sama, pucat dan runcing, dan matanya
pun sama, abu-abu dingin. Mr Malfoy menyeberangi
ruangan, melihat barang-barang yang dipamerkan, dan
membunyikan bel di meja pajangan, sebelum menoleh
kepada anaknya dan berkata, "Jangan sentuh apaapa,
Draco."
Malfoy, yang sudah tiba di mata kaca, berkata,
"Katanya aku akan dibelikan hadiah."
"Aku bilang aku akan membelikanmu sapu balap,"
kata ayahnya, mengetuk-ngetukkan jari di atas meja
pajangan.
"Apa gunanya sapu kalau aku tidak masuk tim
asrama?" kata Malfoy, tampangnya cemberut dan
marah. "Harry Potter dapat Nimbus Dua Ribu tahun
lalu. Izin khusus dari Dumbledore supaya dia bisa
main untuk Gryffindor. Padahal sih dia tidak hebathebat
amat, cuma karena dia terkenal saja... terkenal
gara-gara punya bekas luka konyol di dahinya..."
Malfoy membungkuk, mengamati rak penuh tengkorak.
"...semua menganggapnya pintar, Potter yang hebat,
dengan bekas luka dan sapunya..."
"Kau sudah menceritakannya padaku paling tidak
dua belas kali," kata Mr Malfoy, dengan pandangan
yang menyuruhnya diam. "Dan kuingatkan kau bahwa
tidaklah—bijaksana—memperlihatkan bahwa kau kurang
menyukai Harry Potter, mengingat sebagian besar
bangsa kita menganggapnya sebagai pahlawan yang
membuat Pangeran Kegelapan menghilang... ah, Mr
Borgin."
Seorang laki-laki tua bungkuk muncul di belakang
meja, menyeka rambutnya yang berminyak dari
wajahnya.
"Mr Malfoy, senang sekali bertemu Anda lagi," kata
Mr Borgin dengan suara selicin rambutnya. "Gembira—
dan Tuan Muda Malfoy, juga—sungguh menyenangkan.
Apa yang bisa saya bantu? Harus saya
tunjukkan kepada Anda, baru datang hari ini, dan
harganya pun sangat bersaing..."
"Aku tidak mau beli hari ini, Mr Borgin, tapi jual,"
kata Mr Malfoy.
"Jual?" Senyum agak memudar dari wajah Mr
Borgin.
"Kau sudah dengar, tentunya, bahwa Kementerian
melakukan razia lagi," kata Mr Malfoy, mengeluarkan
gulungan perkamen dari saku dalamnya dan membukanya
untuk dibaca Mr Borgin. "Aku punya beberapa—
ah—barang di rumah yang bisa bikin aku
malu, kalau Kementerian datang..."
Mr Borgin menjepitkan kacamata tanpa gagang ke
hidungnya dan membacanya.
"Kementerian tidak akan menyusahkan Anda, Sir,
tentunya?"
Mr Malfoy mencibir.
"Aku belum didatangi. Nama Malfoy masih dihormati,
tapi Kementerian semakin suka mencampuri
urusan orang lain. Ada desas-desus tentang adanya
Undang-undang Perlindungan Muggle baru—tak diragukan
lagi si kutu busuk goblok pecinta Muggle
Arthur Weasley berada di belakang semua itu..."
Harry berang sekali.
"...dan seperti yang kaulihat, beberapa racun ini
bisa kelihatan..."
"Saya mengerti, Sir, tentu saja," kata Mr Borgin.
"Coba saya lihat..."
"Boleh aku beli itu?" sela Draco, menunjuk tangan
keriput di bantal.
"Ah, Tangan Kemuliaan!" kata Mr Borgin, meninggalkan
daftar Mr Malfoy dan bergegas mendatangi Draco.
"Taruh lilin, dan lilin ini hanya akan memberikan
cahaya kepada pemegangnya! Sahabat terbaik para
pencuri dan penjarah! Selera anak Anda hebat, Sir."
"Kuharap anakku akan jadi lebih dari sekadar pencuri
atau penjarah, Borgin," kata Mr Malfoy dingin
dan Mr Borgin buru-buru berkata, "Tidak menyindir,
Sir, tidak bermaksud menyindir..."
"Meskipun kalau angka-angkanya tidak bertambah
baik," kata Mr Malfoy lebih dingin lagi, "mungkin dia
hanya pantas jadi pencuri dan penjarah."
"Bukan salahku," bantah Draco. "Semua guru punya
anak emas, si Hermione Granger..."
"Kukira kau akan malu bahwa anak perempuan
yang bukan berasal dari keluarga sihir mengalahkanmu
dalam semua ujian," tukas Mr Malfoy.
"Ha!" kata Harry dalam hati, senang melihat Draco
kelihatan malu dan marah.
"Di semua tempat sama," kata Mr Borgin dengan
suaranya yang licin. "Darah penyihir nilainya sudah
berkurang di mana-mana..."
"Bagiku tidak," kata Mr Malfoy, cuping hidung
panjangnya mekar.
"Tidak, Sir, bagi saya juga tidak, Sir," kata Mr Borgin,
membungkuk rendah.
"Kalau begitu, mungkin kita bisa kembali ke daftarku,"
kata Mr Malfoy pendek. "Aku agak terburuburu,
Borgin, aku ada urusan penting di tempat lain
hari ini."
Mereka mulai tawar-menawar. Harry mengawasi dengan
cemas ketika Draco semakin lama semakin dekat
ke tempat persembunyiannya, melihat-lihat barangbarang
yang dijual. Dia berhenti untuk mengamati
gulungan tali panjang untuk menggantung orang dan
membaca sambil menyeringai kartu yang disandarkan
pada kalung opal yang bagus sekali; Hati-hati: Jangan
Sentuh. Dikutuk—Sampai Hari Ini Sudah Minta Korban
Sembilan Belas Muggle Pemiliknya.
Draco berbalik dan melihat lemari persis di depannya.
Dia mendekat... mengulurkan tangannya ke
pegangan pintu...
"Baik," kata Mr Malfoy di meja pajangan. "Ayo,
Draco!"
Harry menyeka dahinya ke lengan bajunya ketika
Draco berbalik.
"Selamat siang, Mr Borgin, kutunggu kau di rumah
besok untuk mengambil barang-barang itu."
Begitu pintu tertutup, Mr Borgin menanggalkan
sopan santunnya.
"Selamat siang sendiri saja, Mister Malfoy, dan jika
cerita yang beredar benar, kau belum menjual setengah
dari yang kausembunyikan di istanamu..."
Sambil menggerutu sebal Mr Borgin menghilang ke
ruang belakang. Harry menunggu selama semenit,
siapa tahu dia muncul lagi. Kemudian, sepelan mungkin,
dia menyelinap keluar dari lemari, melewati kotakkotak
kaca, dan keluar lewat pintu toko.
Sambil menempelkan kacamatanya yang pecah ke
wajahnya, Harry memandang berkeliling. Dia berada
di jalan kecil kumuh berisi toko-toko yang semuanya
menjual barang-barang untuk ilmu hitam. Toko yang
baru saja ditinggalkannya, Borgin and Burkes, kelihatannya
yang paling besar, tetapi di seberangnya ada
etalase yang memajang kepala-kepala yang sudah mengerut
mengerikan, dan di dua toko sesudahnya adakandang
besar berisi banyak labah-labah raksasa yang
berjalan ke sana kemari. Dua penyihir laki-laki kumal
mengawasinya dari bayang-bayang pintu, seraya saling
bergumam. Dengan gelisah Harry berjalan, memegangi
kacamatanya selurus mungkin dan berharap bisa menemukan
jalan keluar dari tempat ini.
Papan nama kusam yang tergantung di atas toko
yang menjual lilin beracun memberitahunya bahwa
dia berada di Knockturn Alley. Ini tidak membantu,
karena Harry belum pernah mendengar nama tempat
ini. Rupanya dia tidak bicara cukup jelas gara-gara
mulutnya penuh abu sewaktu berada di perapian
keluarga Weasley. Harry berusaha tetap tenang dan
memikirkan apa yang akan dilakukannya.
"Tidak tersesat, kan, Nak?" kata suara di telinganya,
membuatnya terlonjak.
Seorang nenek sihir berdiri di depannya, membawa
nampan yang kelihatannya berisi kuku-kuku utuh
manusia. Dia menyeringai kepada Harry, memamerkan
gigi-giginya yang berlumut. Harry mundur.
"Aku tak apa-apa, terima kasih," katanya, "aku
cuma..."
"HARRY! Sedang apa kau di sini?"
Jantung Harry melompat. Si nenek sihir juga melompat.
Kuku-kuku dari nampannya berjatuhan ke
atas kakinya, dan dia mengutuk ketika sosok tinggi
besar Hagrid, pengawas binatang liar di Hogwarts,
berjalan mendekati mereka, mata-kumbangnya yang
hitam berkilat-kilat di atas jenggot dan berewoknya
yang lebat.
"Hagrid!" Harry berseru parau dengan lega. "Aku
tersesat... bubuk Floo..."
Hagrid menyambar kerah baju Harry dan menariknya
jauh-jauh dari si nenek sihir, menyenggol nampannya
sampai jatuh. Teriakan si nenek mengikuti mereka
sepanjang jalan kecil yang berkelok-kelok sampai
mereka tiba di tempat terang. Harry melihat gedung
pualam seputih salju yang dikenalnya di kejauhan:
Bank Gringotts. Hagrid telah membawanya ke Diagon
Alley.
"Kau berantakan!" kata Hagrid pedas, mengibas
abu dari tubuh Harry begitu kerasnya sampai Harry
nyaris tercebur ke dalam tong berisi kotoran naga di
luar toko obat. "Berkeliaran di Knockturn Alley, kelewatan—
tempat yang harus dihindari, Harry—jangan
sampai ada yang lihat kau di sana..."
"Aku sadar itu," kata Harry, menunduk ketika
Hagrid mau mengibasnya lagi. "Sudah kubilang, aku
tersesat—kau sendiri ngapain di sana?"
"Aku sedang cari Pembasmi Siput Pemakan-Daging,"
kata Hagrid geram. "Mereka hancurkan kol sekolah.
Kau tidak sendirian?"
"Aku menginap di rumah keluarga Weasley, tapi
kami terpisah," Harry menjelaskan. "Aku harus mencan
mereka..."
Mereka berjalan berdua.
"Kenapa kau tidak pernah balas suratku?" tanya
Hagrid, sementara Harry berlari-lari kecil di sebelahnya
(dia harus melangkah tiga kali untuk mengimbangi
setiap langkah bot besar Hagrid). Harry menjelaskan
tentang Dobby dan keluarga Dursley.
"Muggle brengsek," gerutu Hagrid. "Kalau aku
tahu..."
"Harry! Harry! Di sini!"
Harry mendongak dan melihat Hermione Granger
berdiri di undakan putih paling atas Gringotts. Dia
berlari turun menyongsong mereka, rambutnya yang
lebat berkibar di belakangnya.
"Kenapa kacamatamu? Halo, Hagrid... Oh, senang
sekali bertemu kalian berdua lagi... Kau mau ke
Gringotts, Harry?"
"Kalau keluarga Weasley sudah kutemukan," kata
Harry.
"Kau tak perlu tunggu lama," Hagrid nyengir.
Harry dan Hermione memandang berkeliling. Tampak
Ron, Fred, George, Percy, dan Mr Weasley berlarilari
ke arah mereka di jalan yang padat itu.
"Harry," Mr Weasley tersengal. "Kami berharap kau
cuma kejauhan satu perapian..." Dia menyeka kepala
botaknya yang berkilauan. "Molly sudah panik—itu
dia datang."
"Kau keluar di mana?" tanya Ron.
"Knockturn Alley," jawab Harry muram.
"Luar biasa!" komentar Fred dan George bersamaan.
"Kami belum pernah diizinkan ke sana," kata Ron
iri.
"Mestinya memang tidak," gerutu Hagrid.
Mrs Weasley kini sudah kelihatan, berlari dengan
tas tangannya berayun liar di satu tangan, sementara
Ginny bergantung di tangan lainnya.
"Oh, Harry—oh, Nak—kau bisa tersesat entah di
mana..."
Terengah kehabisan napas, dia menarik keluar sikat
pakaian dari dalam tasnya dan mulai menyikat abu
yang tidak berhasil dibersihkan Hagrid. Mr Weasley
mengambil kacamata Harry, mengetuknya dengan
tongkatnya, dan mengembalikannya pada Harry,
sudah baru lagi.
"Aku harus pergi," kata Hagrid, yang tangannya
dijabat erat-erat oleh Mrs Weasley ("Knockturn Alley!
Coba kalau kau tidak menemukannya, Hagrid!").
"Sampai ketemu di Hogwarts!" Dan dia pergi, lebih
tinggi sebahu daripada siapa pun juga di jalan yang
padat itu.
"Coba tebak siapa yang kulihat di Borgin and Burkes?"
kata Harry kepada Ron dan Hermione ketika mereka
menaiki undakan Gringotts. "Malfoy dan ayahnya."
"Apa Lucius Malfoy membeli sesuatu?" tanya Mr
Weasley tajam di belakang mereka.
"Tidak, dia jual."
"Ah, jadi dia cemas," kata Mr Weasley puas. "Oh,
ingin rasanya menangkap Lucius Malfoy karena sesuatu...."
"Hati-hati, Arthur," kata Mrs Weasley tajam, sementara
mereka dipersilakan masuk ke bank oleh goblin
yang membungkuk di pintu. "Keluarga itu bikin masalah,
jangan menyuap lebih daripada yang bisa kaukunyah."
"Jadi menurutmu aku bukan tandingan Lucius
Malfoy?" kata Mr Weasley jengkel, tetapi perhatiannya
langsung beralih ke orangtua Hermione, yang sedang
berdiri gelisah di depan meja panjang di dalam aula
pualam besar itu, menunggu Hermione memperkenalkan
mereka.
"Wah, kalian Muggle!" kata Mr Weasley senang.
"Kita harus minum! Apa yang kalian pegang itu? Oh,
kalian menukar uang Muggle. Molly, lihat!" Dengan
bersemangat ditunjuknya selembar uang sepuluh
pound di tangan Mr Granger.
"Sampai ketemu di dalam," kata Ron kepada
Hermione, ketika keluarga Weasley dan Harry diantar
ke ruangan besi bawah tanah mereka oleh goblin
Gringotts yang lain.
Ruangan besi itu dicapai dengan kereta kecil, dikendarai
goblin, yang meluncur kencang di atas rel
kereta kecil melewati lorong-lorong bawah tanah bank.
Harry menikmati perjalanannya yang berkecepatan
supertinggi menuju ke ruangan besi keluarga Weasley.
Ketika ruangan itu dibuka, dia merasa sangat tidak
enak, jauh lebih tidak enak daripada sewaktu dia
berada di Knockturn Alley. Hanya ada seonggok kecil
Sickle perak di dalamnya, dan hanya ada sekeping
Galleon emas. Mrs Weasley meraba-raba sudutsudutnya
sebelum meraup semuanya ke dalam tasnya.
Harry merasa lebih tidak enak lagi ketika mereka tiba
di ruangan besinya. Dia berusaha menutupi isinya
dari pandangan selagi dia buru-buru memasukkan
bergenggam-genggam koin ke dalam tas kulit.
Kembali di undakan pualam di luar, mereka berpisah.
Percy bergumam tak jelas bahwa dia perlu
pena baru. Fred dan George sudah melihat teman
mereka dari Hogwarts, Lee Jordan. Mrs Weasley dan
Ginny akan ke toko jubah bekas. Mr Weasley mendesak
suami-istri Granger ke Leaky Cauldron untuk
minum.
"Kita semua bertemu di Flourish and Blotts sejam
lagi untuk membeli buku-buku sekolahmu," kata Mrs
Weasley, mengajak Ginny pergi. "Dan jangan beraniberani
ke Knockturn Alley selangkah pun jangan!"
dia berteriak kepada punggung si kembar yang menjauh.
Harry, Ron, dan Hermione berjalan menyusuri jalan
batu berkelok. Uang emas, perak, dan perunggu yang
bergemerincing di saku Harry menuntut dibelanjakan,
maka dia membeli tiga es krim stroberi-kacang besar
yang mereka nikmati dengan gembira sambil berjalan,
melihat-lihat isi etalase yang menarik. Ron memandang
penuh ingin satu set lengkap jubah Chudley Cannons
di etalase Peralatan Quidditch Berkualitas sampai
Hermione menariknya untuk membeli tinta dan perkamen
di toko sebelahnya. Di toko Lelucon Sihir Gambol
and Japes, mereka bertemu Fred, George, dan Lee
Jordan, yang sedang membeli "Kembang Api Awal-
Basah, Tanpa-Panas Dr Filibuster", dan di toko kecil
barang-barang rongsokan yang penuh tongkat patah,
timbangan kuningan yang sudah butut, dan jubahjubah
tua bernoda bercak-bercak ramuan, mereka menemukan
Percy, sedang asyik membaca buku kecil
sangat membosankan berjudul Prefek yang Meraih Kekuasaan.
"Telaah tentang para Prefek Hogwarts dan karier yang
mereka rintis," Ron membaca keras-keras dari sampul
belakangnya. "Kedengarannya menarik sekali...."
"Pergi," Percy membentak.
"Tentu saja, si Percy itu sangat ambisius, dia sudah
merencanakan segalanya... cita-citanya menjadi Menteri
Sihir...," Ron memberitahu Harry dan Hermione
pelan, ketika mereka meninggalkan Percy bersama
bukunya.
Satu jam kemudian, mereka menuju Flourish and
Blotts. Bukan hanya mereka yang menuju toko buku
itu. Ketika sudah dekat, mereka heran sekali melihat
gerombolan orang yang berdesakan di depan pintu,
mau masuk. Alasan untuk ini dinyatakan oleh spanduk
besar yang digelar di antara dua jendela atas:
GILDEROY LOCKHART
akan menandatangani autobiografinya
AKU YANG AJAIB
hari ini pukul 12.30 - 16.30
"Kita bisa bertemu dia!" pekik Hermione. "Maksud-
ku, hampir seluruh buku yang ada di daftar kita
karangannya!"
Gerombolan orang itu kelihatannya sebagian besar
terdiri atas para penyihir wanita seusia Mrs Weasley.
Seorang penyihir pria bertampang bingung berdiri di
depan pintu, berkata, "Tenang, Ibu-ibu... jangan
dorong-dorongan... awas bukunya ketabrak..."
Harry Ron, dan Hermione ikut berdesakan masuk.
Antrean panjang memanjang sampai ke bagian belakang
toko, tempat Gilderoy Lockhart menandatangani
bukunya. Mereka masing-masing menyambar buku
Heboh dengan Hantu, dan menyelinap di antara orangorang
yang antre sampai tiba di tempat keluarga
Weasley berdiri bersama Mr dan Mrs Granger.
"Oh, kalian sudah datang, bagus," kata Mrs Weasley
Dia bicara seakan kehabisan napas dan tak hentihentinya
merapikan rambutnya. "Sebentar lagi kita
bisa bertemu dia...."
Gilderoy Lockhart akhirnya tampak, duduk di belakang
meja dikelilingi foto-foto besar wajahnya sendiri,
semua mengedipkan mata dan memamerkan gigi yang
putih berkilau kepada para pengunjung. Lockhart
yang sesungguhnya memakai jubah biru bunga forget-
me-not yang persis warna matanya, topi sihirnya
yang berbentuk kerucut terpasang gaya di atas rambutnya
yang berombak.
Seorang laki-laki pendek bertampang menyebalkan
melesat ke sana kemari, memotret dengan kamera
besar hitam yang setiap kali mengeluarkan asap ungu
bersamaan dengan menyalanya lampu blitz yang menyilaukan.
"Minggir kau," dia menggertak Ron, sambil mundur
agar bisa mengambil gambar dengan lebih baik. "Ini
untuk Daily Prophet."
"Uh, dasar sok," gerutu Ron, menggosok kakinya
yang tadi diinjak si fotografer.
Gilderoy Lockhart mendengarnya. Dia mendongak.
Dia melihat Ron—dan kemudian dia melihat Harry.
Dia terbelalak. Kemudian dia melompat bangun dan
berteriak keras, "Tak mungkin itu Harry Potter?"
Kerumunan orang menyibak, berbisik-bisik seru.
Lockhart bergegas maju, meraih lengan Harry dan
menariknya ke depan. Orang-orang bertepuk tangan.
Wajah Harry serasa terbakar ketika Lockhart menjabat
tangannya, berpose untuk si fotografer, yang memotret
gila-gilaan, menyebar asap tebal di atas keluarga
Weasley.
"Senyum yang lebar, Harry," kata Lockhart sambil
memamerkan giginya yang berkilau. "Berdua, kau
dan aku layak menghiasi halaman depan."
Ketika dia akhirnya melepas tangan Harry, jari-jari
Harry nyaris kebas. Dia mencoba menyelinap kembali
kepada keluarga Weasley, tetapi Lockhart melingkarkan
lengannya ke bahu Harry dan menariknya rapatrapat
ke sisinya.
"Ibu-ibu dan Bapak-bapak," katanya keras, melambaikan
tangan agar pengunjung diam. "Sungguh
saat yang luar biasa. Saat yang paling tepat bagiku
untuk mengumumkan sesuatu yang sudah kusimpan
selama beberapa waktu ini!
"Ketika Harry masuk ke Flourish and Blotts hari ini,
dia hanya ingin membeli autobiografi saya, yang de-
ngan senang hati akan saya hadiahkan kepadanya
sekarang, gratis..." orang-orang bertepuk tangan lagi,
"...dia sama sekali tak tahu," Lockhart melanjutkan,
mengguncang tubuh Harry, membuat kacamatanya
melorot ke ujung hidungnya, "bahwa dalam waktu
dekat dia sendiri akan mendapatkan jauh lebih banyak
daripada buku saya, Aku yang Ajaib. Dia dan temanteman
sekolahnya, sebenarnya, akan mendapat aku
yang ajaib yang sesungguhnya. Ya, Ibu-ibu dan Bapakbapak,
dengan senang dan bangga saya umumkan
bahwa bulan September ini saya akan mengisi jabatan
guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam di Sekolah
Sihir Hogwarts!"
Orang-orang bersorak dan bertepuk tangan dan
Harry tahu-tahu dihadiahi seluruh karya Gilderoy
Lockhart. Sedikit terhuyung karena keberatan, dia berhasil
menyingkir dari pusat perhatian ke tepi ruangan,
tempat Ginny berdiri di sebelah kuali barunya.
"Ini untukmu," Harry bergumam kepadanya, menuang
buku-bukunya ke dalam kuali Ginny. "Aku
akan beli sendiri..."
"Taruhan kau pasti senang, ya, Potter?" kata suara
yang langsung dikenali Harry. Dia menegakkan tubuhnya
dan berhadapan dengan Draco Malfoy, yang seperti
biasa mencibir.
"Harry Potter yang terkenal," kata Malfoy. "Bahkan.
tak bisa masuk toko buku tanpa muncul di halaman
pertama koran."
"Jangan ganggu dia, dia tidak menginginkan semua
itu!" kata Ginny. Ini pertama kalinya dia bicara di
depan Harry. Dia membelalak kepada Malfoy.
"Potter, kau punya pacar nih," ejek Malfoy. Wajah
Ginny jadi merah padam. Sementara itu Ron dan
Hermione bersusah payah berusaha mendekati mereka,
keduanya memeluk setumpuk buku Lockhart.
"Oh, kau," kata Ron, memandang Malfoy seakan
dia sesuatu yang tidak menyenangkan di sol sepatunya.
"Pasti kau kaget ketemu Harry di sini, eh?"
"Tidak sekaget melihatmu di toko, Weasley," balas
Malfoy. "Kurasa orangtuamu akan kelaparan sebulan
demi membayar buku-buku itu."
Wajah Ron jadi semerah Ginny. Dia menjatuhkan
buku-bukunya ke dalam kuali juga dan maju mendekati
Malfoy, tetapi Harry dan Hermione menyambar
bagian belakang jaketnya.
"Ron!" kata Mr Weasley, berdesakan mendekat bersama
Fred dan George. "Sedang apa kau? Gila sekali
di sini, ayo kita keluar."
"Wah, wah, wah—Arthur Weasley."
Ternyata Mr Malfoy. Dia berdiri dengan tangan di
bahu Draco, mencibir dengan cara yang sama.
"Lucius," kata Mr Weasley, mengangguk dingin.
"Sibuk di Kementerian, kudengar," kata Mr Malfoy.
"Razia terus-terusan... kuharap mereka membayar
uang lembur?"
Dia meraih ke dalam kuali Ginny dan mengeluarkan,
dari antara buku-buku Lockhart yang licin berkilat,
buku Pengantar Transfigurasi bagi Pemula yang
sudah sangat usang dan kumal.
"Jelas tidak," katanya. "Astaga, buat apa mendapat
nama buruk di kalangan para penyihir kalau mereka
bahkan tidak membayarmu dengan baik?"
Mr Weasley lebih merah padam daripada Ron dan
Ginny.
"Kami punya penilaian yang sangat berbeda tentang
apa yang mendatangkan nama buruk bagi penyihir,
Malfoy," katanya.
"Itu jelas," kata Mr Malfoy, matanya yang pucat
ganti menatap Mr dan Mrs Granger, yang mengawasi
dengan khawatir. "Melihat teman-teman yang kaupilih,
Weasley... kupikir keluargamu sudah tidak bisa terpuruk
lebih dalam lagi..."
Terdengar dentang logam ketika kuali Ginny terbang.
Mr Weasley telah menerjang Mr Malfoy, membuatnya
jatuh ke belakang menabrak rak buku. Berpuluh-
puluh buku mantra berat berjatuhan mengenai
kepala mereka semua. Terdengar teriakan, "Hajar dia,
Dad!" dari Fred dan George. Mrs Weasley berteriakteriak,
"Jangan, Arthur, jangan!" Orang banyak bergerak
mundur, menabrak lebih banyak rak buku.
"Bapak-bapak, jangan berkelahi—tolong jangan berkelahi!"
seru pegawai toko. Dan kemudian, lebih keras
dari semuanya, "Berhenti, hei, berhenti..."
Hagrid berjalan ke arah mereka di tengah lautan
buku. Sekejap saja dia sudah memisahkan Mr Weasley
dan Mr Malfoy. Bibir Mr Weasley robek dan mata Mr
Malfoy bengkak tertimpa Ensiklopedi Jamur Payung.
Dia masih memegangi buku transfigurasi usang Ginny.
Diulurkannya buku itu kepada Ginny, matanya berkilau
jahat.
"Nih, ambil bukumu—ini yang paling baik yang
bisa dibelikan ayahmu..."
Melepaskan diri dari pegangan Hagrid, dia memberi
isyarat kepada Draco dan meninggalkan toko.
"Kau seharusnya jangan acuhkan dia, Arthur," kata
Hagrid, nyaris mengangkat" Mr Weasley yang sedang
merapikan jubahnya. "Jahat sekali, seluruh keluarga,
semua orang tahu. Malfoy tak layak didengarkan.
Darah jelek, itu penyebabnya. Ayo—kita keluar dari
sini."
Si pegawai toko kelihatannya ingin mencegah
mereka pergi, tetapi tingginya tak sampai sepinggang
Hagrid. Jadi, dia memutuskan lebih baik diam
saja. Mereka bergegas ke jalan, suami-istri Granger
gemetar ketakutan dan Mrs Weasley bukan main
marahnya.
"Contoh bagus untuk anak-anakmu... berkelahi di
depan umum... entah apa pendapat Gilderoy
Lockhart...."
"Dia senang," kata Fred. "Apa Mum tidak mendengarnya
ketika kita keluar? Dia bertanya kepada
wartawan Daily Prophet, apakah bisa memasukkan
perkelahian itu dalam tulisannya—katanya untuk
publisitas."
Tetapi rombongan yang kembali ke perapian di
Leaky Cauldron adalah rombongan yang lesu. Dari
tempat itu Harry, keluarga Weasley, dan semua
belanjaan mereka akan pulang ke The Burrow menggunakan
bubuk Floo. Mereka mengucapkan selamat
tinggal kepada keluarga Granger, yang akan meninggalkan
rumah minum itu untuk menuju ke jalan
Muggle di sisi lain. Mr Weasley sudah mulai bertanya
kepada mereka bagaimana cara halte bus beroperasi,
tetapi cepat-cepat berhenti ketika melihat tampang
Mrs Weasley.
Harry membuka kacamatanya dan menyimpannya
dengan aman di dalam sakunya sebelum menjumput
bubuk Floo. Ini jelas bukan cara bepergian favoritnya.